Umat Hindu Bali Gelar Ritual Tawur Agung Kesanga

:


Oleh H. A. Azwar, Rabu, 9 Maret 2016 | 07:43 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K


Denpasar, InfoPublik - Sehari sebelum perayaan Hari Suci Nyepi Tahun Baru Saka 1938, umat Hindu Dharma di Bali serempak menggelar ritual Tawur Agung Kesanga.

Kegiatan ritual Tawur Agung yang diselenggarakan di Lapangan Puputan Badung, Bali, Selasa (8/3), dipimpin enam rohaniawan Hindu (Sarwa Sadaka) yakni Ida Pedanda Gede Telaga, Ida Padanda Istri Budha, Ida Sri Empu Dharma Sunu, Ida Resi Bhujangga Waisnawa Putra, Ida Jro Dukuh Udhalaka Dharma dan Ida Pandita Empu Jaya Putra Pamuteran.

Ritual Tawur Agung ini, dihadiri Wali Kota Denpasar Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra bersama Wakilnya IGN Jaya Negara, Sekda Kota Denpasar AAN Rai Iswara, pimpinan SKPD serta ribuan umat Hindu Dharma.

Wali Kota Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra mengharapkan agar pada pelaksanaan “pengerupukan” atau sehari menjelang Nyepi berjalan baik, kondusif, tenang dan lancar.

Dengan melaksanakan semua itu maka pelaksanaan hari raya Nyepi menjadi aman dan nyaman. Jadikan hari raya Nyepi untuk introsfeksi diri agar menjadi lebih baik ke depannya, kata Mantra.

Sementara Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Denpasar Komang Sri Marheni menyatakan, Tawur Agung Kesanga ini merupakan penyucian alam semesta, sehingga unsur-unsur yang bersifat negatif menjadi netral. Dengan demikian dapat memberikan pengaruh positif kepada masyarakat.

Mari kita junjung tinggi toleransi antar umat beragama, sehingga terjadi keharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Kota Denpasar, kata Komang Sri seraya berharap agar umat beragama meningkatkan rasa toleransi saling menghormati antar pemeluk agama, sehingga pada perayaan hari Nyepi ini tidak terjadi konflik.

Ritual Tawur Agung Kesanga ini digelar secara serempak oleh umat Hindu Dharma di 1.480 desa adat (pekraman) di Bali yang dilaksanakan berjenjang, mulai dari tingkat Provinsi, Kabupaten/kota hingga tingkatan rumah tangga yang berakhir pada sore hari.

Kegiatan untuk tingkat Provinsi Bali dipusatkan di Penataran Agung Pura Besakih, kemudian dilanjutkan pada tingkat Kabupaten/Kota, Kecamatan, desa adat dan berakhir pada tingkatan rumah tangga, kata Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali I Gusti Ngurah Sudiana.

Menurut Ngurah Sudiana, kegiatan ritual yang dilakukan secara serentak di seluruh desa adat (pekraman), bertujuan untuk menyucikan alam semesta beserta isinya, meningkatkan hubungan dan keharmonisan antara sesama manusia, manusia dengan lingkungannya serta manusia dengan Tuhan (Tri Hita Karana).

Sesuai pedoman yang dikeluarkan majelis tertinggi umat Hindu kepada seluruh desa pekraman (adat), tawur kesanga yang diakhiri dengan mengadakan persembahyangan bersama itu dilakukan sesuai dengan tingkatan masing-masing.

Untuk Tawur Kesanga yang dipusatkan di Pura Besakih, Kabupaten Karangasem, Bali timur masing-masing kecamatan mengirim utusan untuk mencari air suci (tirta) guna selanjutnya dibagikan kepada seluruh umat di wilayahnya.

Untuk tingkat kabupaten melaksanakan kegiatan serupa dengan kelengkapannya mengambil lokasi di Kawasan Catus Pata (perempatan Agung) pada tengah hari sekitar pukul 12.00 WITA.

Sementara tingkat kecamatan menggunakan upakara “Caru Panca Sanak”, dilanjutkan di tingkat desa dengan menggunakan upakara “Caru Panca Sata”, serta di tingkat banjar menggunakan upakara “Caru Eka Sata”.

Kegiatan tersebut berakhir pada tingkatan rumah tangga pada sore hari dengan menggunakan banten pejati, "Sakasidan", dan segehan agung cacahan 11/33 tanding.

Usai Tawur Kesanga tersebut, kemudian dilanjutkan dengan ritual “Pengrupukan“ yang diwarnai dengan arak-arakan ogoh-ogoh (boneka ukuran besar) oleh anak-anak muda.

Arakan ogoh-ogoh dilakukan hampir di setiap desa pekraman di delapan kabupaten dan satu kota di Bali, kemudian pada Rabu (9/3) esok harinya melaksanakan ibadah tapa bratha penyepian.

Ibadah ini meliputi empat pantangan yakni tidak bekerja atau melakukan kegiatan (amati karya), tidak menyalakan lampu atau api (amati geni), tidak bepergian (amati lelungan) serta tidak mengadakan rekreasi, bersenang-senang atau hura-hura (amati lelanguan).