- Oleh Mukhammad Maulana Fajri
- Selasa, 5 November 2024 | 18:13 WIB
: Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Yahya Cholil Staquf saat memberikan sambutan pada gelaran International Conference on Humanitarian Islam atau Muktamar al-Dawli al-Islam Lil Insaniyah yang diselenggarakan oleh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bersama Universitas Indonesia (UI) dan Centre for Shared Civilizational Values (CSCV) di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, pada Selasa (5/11/2024)/ foto: Fajri InfoPublik
Oleh Mukhammad Maulana Fajri, Selasa, 5 November 2024 | 18:35 WIB - Redaktur: Untung S - 80
Jakarta, InfoPublik – Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menekankan pentingnya menjaga toleransi dan keberagaman sebagai fondasi persatuan bangsa serta untuk meningkatkan keharmonisan masyarakat di tengah perbedaan.
PBNU yakin bahwa Indonesia hanya dapat terus maju jika masyarakatnya saling menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebhinekaan.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Ketua Umum PBNU, KH Yahya Cholil Staquf, saat memberikan sambutan dalam gelaran International Conference on Humanitarian Islam atau Muktamar al-Dawli al-Islam Lil Insaniyah, yang diselenggarakan oleh PBNU bersama Universitas Indonesia (UI) dan Centre for Shared Civilizational Values (CSCV) di Kampus Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, pada Selasa (5/11/2024).
Dengan mengedepankan moderasi beragama, Gus Yahya mengajak seluruh elemen bangsa untuk melawan ekstremisme dan memperkuat kebersamaan di tengah dinamika sosial yang semakin kompleks. “Moderasi beragama menjadi kunci untuk memperkuat kebersamaan kita. Ketika ekstremisme dan fanatisme sempit menjadi ancaman, kita harus tetap teguh pada nilai-nilai toleransi dan kebhinekaan yang menjadi kekuatan utama bangsa Indonesia,” ujarnya.
Gus Yahya juga menekankan bahwa dalam menghadapi tantangan zaman, masyarakat Indonesia harus senantiasa mengedepankan sikap saling menghargai dan gotong royong. “Tantangan kita ke depan semakin berat, terutama dalam merawat persatuan di tengah perbedaan. Oleh karena itu, kita harus tetap bersatu dan menjadikan nilai-nilai ke-Indonesiaan sebagai panduan hidup berbangsa,” tambahnya.
Dalam pidatonya, Gus Yahya menyoroti peran Nahdlatul Ulama (NU) dalam menjaga stabilitas sosial dan harmoni antarumat beragama. Menurutnya, NU berkomitmen untuk terus mendampingi masyarakat dalam memahami nilai-nilai Islam yang damai dan inklusif. “NU hadir bukan hanya untuk umat Islam, tetapi juga untuk seluruh masyarakat Indonesia, membawa misi Islam rahmatan lil alamin yang menghargai kemanusiaan dan keadilan,” tutur Gus Yahya.
Presiden Prabowo Subianto, yang pidatonya dibacakan oleh Menteri Agama, Profesor Nasaruddin Umar, mengapresiasi peran NU dalam merawat nilai-nilai kebhinekaan. Ia menegaskan bahwa stabilitas dan persatuan bangsa sangat dipengaruhi oleh semangat toleransi yang terus dijaga oleh organisasi keagamaan seperti NU.
“Indonesia kuat karena kita menghormati perbedaan. Peran NU dalam memperkuat persatuan melalui toleransi dan moderasi beragama menjadi benteng bagi bangsa ini di tengah berbagai tantangan global,” ujarnya.
Presiden juga menambahkan bahwa nilai-nilai kebhinekaan dan semangat gotong royong adalah kunci bagi ketahanan nasional. Ia mengingatkan bahwa setiap elemen masyarakat memiliki tanggung jawab untuk memastikan generasi muda memahami pentingnya saling menghargai dan menjaga harmoni dalam keberagaman.
“Sejak deklarasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, Indonesia telah berperan aktif dalam mempromosikan nilai-nilai perdamaian dan dialog antarbangsa. Konferensi Asia-Afrika tahun 1955 di Bandung menjadi salah satu tonggak sejarah dan komitmen Indonesia untuk mendorong solidaritas, kemerdekaan, dan perdamaian dunia,” jelasnya.
Gus Yahya menekankan bahwa konsep Humanitarian Islam yang diusung oleh NU bukan hanya bertujuan untuk memperkuat nilai-nilai kebangsaan, tetapi juga membawa pesan universal. “Saya ingin kembali menekankan bahwa Humanitarian Islam sejatinya bukan hanya sebuah warisan lokal, tetapi pesan global yang mengajak seluruh umat manusia untuk kembali pada fitrah yang penuh kasih, keadilan, dan kebijaksanaan,” pungkasnya.
Acara ini dihadiri oleh sejumlah menteri dalam Kabinet Merah Putih, termasuk Menteri Sosial Saifullah Yusuf, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Arifah Fauzi, Menteri Luar Negeri RI Sugiono, dan Wakil Menteri Sekretaris Negara RI Juri Ardiantoro. Rektor UI Prof. Ari Kuncoro juga hadir, bersama Sekretaris Jenderal Liga Muslim Dunia, Syekh Mohammad bin Abdulkarim Al-Issa, yang berpartisipasi secara virtual.
Sebanyak 20 Kyai dari Depok juga turut hadir, termasuk Rois Syuriyah K. H. Ahmad Damanhuri, Wakil Rois Syuriyah K. H. Abdul Mujib, dan Wakil Rois Syuriyah K. H. Harirrudin, serta jajaran Syuriyah dan tanfidziyah PCNU Depok.