KPK Sarankan Palembang Susun Perda Surcharge Jasa Pandu dan Tunda Kapal

:


Oleh Pasha Yudha Ernowo, Jumat, 23 Juni 2023 | 17:43 WIB - Redaktur: Untung S - 129


Jakarta, InfoPublik - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyarankan Dewan Perwakilan Daerah (DPRD) Kota Palembang, Sumatera Selatan untuk membuat landasan hukum dalam melakukan pungutan atau surcharge jasa pemanduan dan tunda kapal yang melintasi Sungai Musi.

Hal ini disampaikan Ketua KPK Firli Bahuri, dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Jumat (23/6/2023).

Firli menjelaskan, Perwali Nomor 50 Tahun 2014 dan Perwali Nomor 79 Tahun 2016 yang selama ini digunakan dalam penarikan surcharge tidak bisa dijadikan landasan hukum dalam hal penarikan pungutan. Musababnya, berdasarkan Pasal 23A UUD 1945 dijelaskan setiap pungutan yang dilakukan oleh negara jika dilakukan oleh daerah maka harus diatur di dalam Peraturan Daerah (Perda).

“Karena tidak ada landasan hukumnya saya kira pungutan harus dihentikan sebelum ada Perda. Pada prinsipnya negara hadir untuk memberikan kemudahan pelayanan dan harus diperhatikan tidak boleh membebankan masyarakat,” kata Firli.

Di sisi lain, dalam membentuk Perda, KPK menyarankan DPRD Kota Palembang untuk mengikuti UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Tata Cara Penyusunan UU. Beleid tersebut menjelaskan dengan rinci bagaimana substansi dan isi Perda harus dibuat dengan pelbagai faktor, sehingga Perda yang nantinya disahkan sesuai dengan kebutuhan dan tidak ada pihak-pihak yang dirugikan.

Pun, dalam hal menyusun Perda, sekiranya harus menggunakan prinsip 17 asas-asas umum pemerintahan yang baik. Seperti asas kepastian hukum; asas kemanfaatan; asas ketidakberpihakan; asas kecermatan atau asas bertindak cermat; asas tidak menyalahgunakan kewenangan; asas keterbukaan; asas kepentingan umum; asas pelayanan yang baik; asas keseimbangan; asas kesamaan dalam mengambil keputusan.

Selanjutnya adalah asas motivasi untuk setiap keputusan; asas permainan yang laik (fair play); asas keadilan dan kewajaran; asas kepercayaan dan menanggapi pengharapan yang wajar; asas meniadakan akibat suatu keputusan yang batal; asas perlindungan atas pandangan atau cara hidup pribadi; dan asas kebijaksanaan.

Firli juga menyoroti tentang tata kelola keuangan tentang surcharge yang dilakukan Pemkot Palembang. Karena tidak adanya landasan hukum, wajar kiranya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjadikannya temuan dan harus segera dilakukan perbaikan—dalam hal ini peningkatan status hukum dari Perwali kepada Perda.

Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menambahkan karena tidak adanya Perda maka pungutan yang dilakukan secara hukum tata negara bisa disebutkan batal demi hukum. Kepastian hukum diperlukan agar pungutan yang dilakukan tidak ilegal dan menjadi indikasi perilaku korupsi.

Tanak meminta dalam menyusun Perda, diksi yang digunakan harus sesuai. Di sisi lain, DPRD Kota Palembang juga harus berkoordinasi dengan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Dalam Negeri, Kemenhub, Kementerian Keuangan, dan Indonesian National Shipowes Association (INSA) sebagai pelaku di lapangan.

Foto: Dok KPK