Beban Utang Pemda Besar, KPK Evaluasi Pengelolaan Keuangan Kabupaten Kepulauan Tanimbar

:


Oleh Pasha Yudha Ernowo, Rabu, 12 April 2023 | 18:37 WIB - Redaktur: Untung S - 429


Jakarta, InfoPublik - Wilayah timur Indonesia menjadi salah satu prioritas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya pencegahan korupsi dengan perbaikan tata kelola pemerintahan. Melalui mekanisme koordinasi dan supervisi, sejumlah permasalahan mendasar ditemui KPK, di antaranya pengelolaan keuangan daerah yang berimbas pada defisit anggaran pemerintahan daerah.

Secara maraton pada 10-11 April 2023, KPK melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah (Pemda) di di Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT) Provinsi Maluku, sekaligus menjadi bagian dari rangkaian kegiatan pencegahan korupsi pada 12 Pemda di Maluku.

Berdasarkan hasil evaluasi perbaikan tata kelola pemerintahan daerah pada 8 area strategis (melalui Monitoring Centre for Prevention-MCP) 2022, daerah ini menempati peringkat terbawah dari seluruh Pemda yang ada di Maluku. Capaian nilai MCP KKT hanya sekitar 42 persen, jauh di bawah Kota Tual yang capaiannya 95 persen.

Permasalahan mendasar tata kelola pemerintahan daerah di daerah tersebut bersumber dari kurang cermatnya Pemda dalam mengelola keuangan daerah. Salah satu isu krusial yang disoroti adalah defisit Anggaran pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang saat ini mencapai lebih dari Rp300 miliar. Nilai ini teramat besar dan melampaui ketentuan maksimal 2,5 persen APBD berdasarkan peraturan perundang-undangan, sementara defisit yang tercatat sebesar 40 persen.

Konsekuensinya, Pemda KKT harus menanggung utang pihak ketiga yang tak sedikit. Dari LHP BPK 2021, terungkap bahwa Pemda KKT memiliki utang sebesar Rp204,3 miliar kepada pihak ketiga. Utang tersebut hadir dalam berbagai bentuk antara lain berupa beban pegawai, beban barang dan jasa, putusan pengadilan, paket pekerjaan, tanaman, tanah, aset yang dihibahkan, dan dana hibah kepada Kabupaten Maluku Barat Daya.  

Kepala Satuan Tugas Koordinasi Wilayah V KPK, Dian Patria mencatat sejumlah penyebab besarnya utang pihak ketiga yang pada akhirnya membebani APBD. Beban tersebut bermula dari kesalahan perencanaan keuangan daerah kabupaten ini. Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) bersama Badan Anggaran (Banggar) APBD menentukan besaran sumber penerimaan daerah yang tidak realistis, antara lain berupa perkiraan Pendapatan Asli Daerah yang tidak realistis, transfer dana dari pemerintah provinsi jauh di atas potensi penerimaan, serta pos utang daerah yang tidak bisa direalisasikan. Konsekuensinya, beban utang tersebut telah menyebabkan belanja untuk kepentingan layanan publik menjadi terhambat.

Bagi KPK, hal itu menjadi indikasi adanya praktik yang tidak profesional dalam perencanaan APBD. KPK berharap tak ada susupan kepentingan yang mengarah pada tindak pidana korupsi. Karena idealnya, APBD ditetapkan dengan memperhitungkan potensi dan sumber penerimaan.

“Jangan-jangan belanja sudah ditetapkan terlebih dahulu, baru kemudian dicarikan sumber pendanaannya. Kalau demikian, perilaku ini perlu didalami lebih lanjut, jangan-jangan mengarah pada bagi-bagi proyek agar semua senang. Apalagi ini sudah berlangsung beberapa tahun terakhir sebelum Pj Bupati ditunjuk,” tegas Dian, dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik, Rabu, (12/4/2023). 

Pj. Bupati KKT Daniel E. Indey, menegaskan, permasalahan defisit ini menjadi perhatian banyak pihak. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan selama masa jabatannya.

“Di 2023, kami mencoba menekan defisit APBD maksimal 2,5 persen sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ini menjadi perhatian utama TAPD bersama-sama dengan tim banggar DPRD,“ papar Daniel.

Foto: Dok KPK