13 Tahun Berlalu, Tumpahan Minyak Montara Temui Titik Terang

:


Oleh Baheramsyah, Sabtu, 2 April 2022 | 08:32 WIB - Redaktur: Untung S - 265


Jakarta, InfoPublik - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut B. Pandjaitan, menyampaikan perkembangan terkait penanganan kasus tumpahan minyak montara di Laut Timor yang terjadi pada 2009, akhirnya mendapatkan angin segar untuk terus diusut di dalam dan luar negeri.

Hal itu merupakan bukti keseriusan pemerintah untuk menjaga rakyatnya dari berbagai ancaman.

"Peraturan Presiden (Perpres) itu sudah terbit, oleh karena itu Tim Task Force Montara akan segera mengeksekusi Perpres tersebut di lapangan," kata Menko Luhut dalam konferensi pers "Optimalisasi Kasus Penyelesaian Kasus Montara" di Jakarta, Jumat (1/4/2022).

Dengan Perpres yang sudah terbit, Indonesia akan melayangkan gugatan di dalam negeri yang akan dikoordinir oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai koordinatornya, sedangkan untuk proses hukum di luar negeri Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) akan bertindak sebagai koordinatornya.

Proses hukum yang akan dilakukan di dalam dan luar negeri itu menunjukkan usaha luar biasa dari Pemerintah RI.

"Kita tidak mau ada rakyat yang sengsara. Dalam hal itu, pemerintah siap back up rakyat kita untuk memperjuangkan haknya," tegas Menko Luhut saat menghadiri acara Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Jakarta.

Seperti diketahui, insiden yang terjadi pada 2009 bermula dari tumpahan minyak yang bersumber dari perusahaan minyak asal Thailand, PTTEP, telah menyebabkan kerugian secara material dan kematian.

Selain itu, banyak para petani rumput laut dan nelayan yang kehilangan mata pencaharian di kawasan Laut Timor, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Tumpahan minyak itu, menyebabkan 90.000 kilometer persegi telah mencemari Laut Timor yang bersumber dari lapangan Montara. Setidaknya 85 persen tumpahan minyak ini terbawa oleh angin dan gelombang laut ke perairan Indonesia. 

Menurut penelitian dari USAID-Perikanan-Lingkungan Hidup dan Pemerintah NTT pada 2011, menemukan paling tidak ada 64.000 hektare terumbu karang rusak atau sekitar 60 persen terumbu karang di perairan Laut Sawu hancur. Ikan-ikan dasar laut dan udang banyak yang mati.

Selain itu, tidak sedikit ikan hiu dan paus mati di perairan Laut Sawu. Kematian ikan kakap dan sardin menyebabkan berkurangnya tangkapan nelayan, sehingga menimbulkan kenaikan harga ikan di Kota Kupang naik.

Berbagai penyakit juga timbul di masyarakat, seperti gatel-gatel, borok dan lain-lain. Kematian juga menjadi masalah pada kasus ini termasuk sejumlah saksi penting kasus Montara ini.

Melihat realita itu, membuat Pemerintah RI memperjuangkan keadilan bagi masyarakat. Setelah berjuang melalui proses hukum yang panjang, pengadilan federal Australia di Sydney memenangkan gugatan 15.481 petani rumput laut dan nelayan NTT pada Maret 2021 lalu yang dikabulkan oleh Hakim Pengadilan Federal David Yates.

Ucapan terima kasih dari para petani rumput laut dan nelayan NTT kepada pemerintah, khususnya Menko Marves Luhut B. Pandjaitan yang membentuk Satuan Tugas Montara pada Agustus 2018.

"Kami berterima kasih kepada pihak pemerintah, terutama kepada bapak Menko Luhut yang sudah memiliki atensi khusus terkait kasus ini. Kasus ini memang sudah lama, tetapi masyarakat NTT tetap mau ada pertanggungjawaban dari pihak terkait," tegas perwakilan Yayasan Peduli Timor Barat, Ferdy.

Satgas Montara diketuai oleh Purbaya Yudhi Sadewa dengan anggota-anggotanya Cahyo Rahardian Muzhar, Fred S. Lonan, Prof. Hasyim Djalal, Ferdy Tanoni dan Dedy Miharja sebagai Sekretaris Eksekutif). Satgas ini bertugas memonitor, mencermati, berdialog dengan pihak terkait dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk petaka tumpahan minyak Montara.

Satgas Montara ini bekerja, melaporkan dan bertanggung jawab langsung kepada Menko Marves, hingga saat ini Satgas Montara masih terus bekerja hingga kasus ini segera diselesaikan.

Foto: Istimewa