Menko Polhukam: Penerapan Restorative Justice Membuat Penegakan Hukum Lebih Efisien

:


Oleh Yudi Rahmat, Senin, 5 April 2021 | 18:46 WIB - Redaktur: Untung S - 293


Jakarta, InfoPublik - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukan), Moh. Mahfud MD, mengatakan penerapan pendekatan atau restorative justice bisa membuat penegakan hukum di Indonesia lebih efisien untuk kasus-kasus tertentu.  

Restorative justice adalah pendekatan dalam penegakan hukum pidana yang mengusahakan penyelesaian secara damai dengan menjadikan hukum sebagai pembangun harmoni,” tutur Mahfud MD saat memberi paparan dalam Rapat Kerja Teknis Bareskrim Polri Tahun Anggaran 2021 di Aula Serbaguna Bareskrim, Jakarta, Senin (5/4/2021).

Menurut Menko Polhukam, dalam pendekatan restorative justice, hukum bukan sekadar mencari menang dan kalah, dan bukan sekadar untuk menghukum pelaku. Pendekatan ini hadir dengan maksud membangun kondisi keadilan dan keseimbangan antara pelaku kejahatan, korban kejahatan, dan masyarakat luas.

Manfaat dari pendekatan ini, kata Mahfud MD, selain muncul efisiensi penanganan hukum karena tidak akan terlalu banyak perkara yang masuk ke pengadilan, juga bermanfaat untuk menangkal gejolak sosial politik dalam rangka menjaga harmoni dan keamanan serta ketertiban masyarakat.

Namun, Menko Polhukam menegaskan, tidak setiap perkara melawan hukum bisa diselesaikan dengan pendekatan restorative justice. “Tak semua diselesaikan di rumah secara rembuk, tidak boleh, tapi yang menyangkut tindak pidana ringan,” kata Mahfud MD.

Dalam implementasinya, lanjut Menko Polhukam, restorative justice diutamakan diterapkan untuk tindak pidana ringan (Tipiring), delik aduan, pidana yang dilakukan oleh anak-anak, perempuan, korban penyalahgunaan narkoba yang masih dalam tahap tertentu, dan perkara yang bukan kejahatan besar.

“Kalau korupsi, enggak bisa dinegosiasikan. Kalau di Surat Edaran Kapolri terbaru itu, rasialisme, SARA, terorisme, enggak ada negosiasi, enggak ada restorative justice,” kata Mahfud MD.

Menko Polhukam juga bercerita, dalam diskusinya dengan Kabareskrim sebelum acara Rakernas tersebut dimulai, terdapat obrolan tentang penerapan restorative justice pada para korban narkoba. Korban narkoba itu sebenarnya banyak yang di-restorative-kan karena dia benar-benar korban.

“Hukuman pidana itu adalah jalan terakhir dalam restorative justice, di dalam hal-hal tertentu, tidak semua,” tutur Mahfud MD kembali menegaskan.

Pendekatan restorative justice ini pun sudah ada landasan hukumnya. Restorative justice bisa ditemukan dalam delapan bentuk produk hukum dari Mahkamah Agung. Antara lain tiga Perma, satu Surat Edaran MA, dan satu Surat Edaran Ketua MA. “Di tingkat MA sudah ada pengaturannya, sudah ada arahannya, bahwa restorative justice itu penting untuk pidana-pidana tertentu,” kata Menko Polhukam.

Di lingkungan Kejaksaan Agung pun ada aturannya. Tepatnya adalah Surat Keputusan Dirjen Badan Peradilan Umum nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice di Lingkungan Peradilan. (Foto: Humas Kemenkoplhukam)