Dampak Informasi Negatif Berbeda di Setiap Negara

:


Oleh Tri Antoro, Rabu, 3 Mei 2017 | 17:36 WIB - Redaktur: Elvira - 635


Jakarta, InfoPublik – Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) Rosarita Niken Widiastuti menjelaskan, informasi tidak benar (hoax) dapat berdampak negatif pada persatuan bangsa Indonesia. 

 "Informasi negatif seperti SARA, ujaran kebencian, dan intoleransi bisa membuat konflik di masyarakat dan dapat berdampak disintegrasi," ujar Rosarita Niken Widiastuti saat menjadi narasumber diskusi "Media and Information Literacy As Bullwark Against Hate Speech".

Diskusi tersebut merupakan rangkaian kegiatan peringatan Hari Kebebasan Pers Dunia 2017 atau World Press Freedom Day (WPFD) 2017 di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, Rabu (3/5). Hadir dalam diskusi tersebut para jurnalis dan praktisi media dari dalam dan luar negeri.

Niken melanjutkan, di Indonesia informasi negatif yang beredar kerap digunakan untuk kepentingan politik oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Hal tersebut tentunya secara langsung maupun tidak akan berdampak negatif pada penyelenggaraan negara. 

"Kampanye negatif kerap kali membuat masyarakat saling menyerang," ujar Niken. 

 Dalam forum yang sama, Head of Policy Communication Facebook Claire Deevy menjelaskan, berdasarkan riset yang dilakukan oleh Facebook, dampak negatif informasi di media sosial berbeda-beda. Tergantung dari kondisi masyarakat suatu negara. 

"Kami datang ke Indonesia melakukan penelitian apa yang sering kamu unggah ke media sosial, apa yang paling sering kamu bagi ke teman media sosial, mempunyai dampak berbeda dengan penduduk negara lain," kata Claire Deevy.

Disisi lain, Communication Coordinator Committe for United Nations Adama Lee Bah menerangkan di Republik Gambia, sebuah negara di Afrika Barat, berlaku sebaliknya. Informasi negatif di media sosial justru membantu masyarakat Gambia terbebas dari kepemimpinan yang diktator.

"Bagaimana kita tau media sosial efektif, akibatnya presiden diktator kalah saat pemilihan presiden,"  kata Adama. 

Adama menambahkan, peranan media sosial, khususnya Facebook dalam menyebabkan kekalahan presiden diktator tersebut sangat besar. Apalagi, ketika suatu saat presiden melakukan tindakan yang tidak sengaja direkam dan dipublikasikan melalui media sosial. 

"Meskipun dia tidak mengakui, itu membuatnya kalah pada pemilihan presiden," kata Adama.