KPK : Irman Gusman Batal Hadir Karena Mengeluh Sakit

:


Oleh Untung S, Senin, 31 Oktober 2016 | 22:23 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 328


Jakarta, InfoPublik - Komisi Pemberantasan Korupsi menyatakan mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman batal hadir sebagai saksi dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan karena sakit.

Kepala Biro Hukum KPK Setiadi dalam keterangannya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (31/10) mengungkapkan pada pukul 07.00 Wib tim dokter KPK bersama Jaksa Penuntut Umum (JPU) didampingi petugas tahanan Rumah Tahanan Guntur melakukan pemeriksaan dan diagnosa terhadap Irman Gusman untuk memastikan apakah bisa dihadirkan di sidang praperadilan atau tidak.

“Pada pukul 09.00 Wib keterangan dokter menyebutkan yang bersangkutan sakit dan direkomendasikan untuk tidak dibawa ke persidangan, tim datang ke rumah tahanan bukan karena berusaha ingin menghadirkan tersangka ke persidangan, tapi sudah mendapat informasi yang Irman mengeluh sakit pada pagi harinya,” kata Setiadi.

Irman Gusman seharusnya hadir dalam sidang lanjutan praperadilan pada Senin (31/10) sebagai saksi yang diajukan oleh pihak pemohon, setelah Majelis Hakim tunggal mengabulkan permohonan dari pemohon dalam hal ini pengacara Irman Gusman.

Namun karena tidak hadir, maka Hakim Tunggal I Wayan Karya pun menyatakan sidang praperadilan Irman Gusman akan dilanjutkan pada Selasa (1/11) dengan agenda penyerahan kesimpulan dari pihak pemohon dan termohon.

Kasus ini berawal dari Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Sabtu, 16 September 2016 lalu terhadap empat orang yaitu Direktur Utama CV Semesta Berjaya Xaveriandy Sutanto, istrinya Memi, adik Xaveriandy dan Ketua DPD Irman Gusman di Jakarta.

Malam itu KPK menduga telah terjadi praktek suap menyuap berupa gratifikasi yang diberikan oleh Xaveriandy dan Memi sebesar Rp100 juta kepada Irman terkait kuota impor gula pasir dari Bulog.

Irman Gusman dijerat Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau pasal 11 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.