Kominfo Tegaskan Pesan Berantai Pengambilan Informasi Secara BDCS Hoax

:


Oleh Yudi Rahmat, Jumat, 28 Oktober 2016 | 14:46 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 1K


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Komunikasi dan Informatika menegaskan informasi mengenai pengambilan informasi melalui_System Big Data Cyber Security (BDCS) Indonesia melalui chatting atau media sosial adalah hoax atau informasi palsu.

Menyusul kekawatiran masyarakat terkait beredarnya pesan yang menyebutkan "Sehubungan dengan beredarnya informasi mengenai rencana Dewan Pertahanan Nasional (Wantanas)  yang akan mengambil semua informasi percakapan melalui  Cyber Social Media (WA, BBM, Telegram, Line, SMS) akan masuk secara otomatis ke System Big Data Cyber Security (BDCS) Indonesia yang ramai diperbincangkan di media sosial".

"Informasi yang beredar tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya atau merupakan informasi hoax, kata Plt Kabiro Humas Kemkominfo Noor Riza melalui keterangan tertulis, Jumat (28/10).

Menurut Noor, klarifikasi mengenai tersebut sudah pernah disampaikan melalui siaran pers juga pada 26 Oktober 2015 lalu. Oleh karena itu, Kominfo kembali menegaskan informasi tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya atau merupakan informasi hoax.

Kementerian Kominfo telah berkoordinasi baik secara internal maupun dengan instansi lain untuk mengkonfirmasi hal ini dan fakta yang ada menegaskan bahwa sistem sebagaimana dimaksudkan dalam hoax tersebut tidak diterapkan pada Instansi pemerintah di Indonesia.

Teknologi big data merupakan teknologi pengolah data yang telah umum diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat saat ini, termasuk di Indonesia, baik untuk kepentingan korporasi maupun pemerintahan.

Teknologi ini, pada dasarnya, dimaksudkan untuk memampukan pengolahan data dari berbagai sumber dengan efektif dan efisien. Akan tetapi, penerapan teknologi big data disertai pembatasan-pembatasan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam rangka melindungi Hak Asasi Warga Negara.

Peraturan perundang-undangan di Indonesia telah mengatur perlindungan data atau informasi dan pembatasan penggunaannya. Antara lain dalam Undang-undang ITE, UU Telekomunikasi, UU Keterbukaan Informasi Publik, UU Perbankan, UU Perlindungan Konsumen, dan sebagainya. Oleh karena itu, penerapan teknologi big data juga harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang dimaksud.

Pada prinsipnya, pengawasan terhadap aktivitas seseorang di Internet dapat melanggar hak konstitusi warga negara khususnya mengenai privasi dan kebebasan berekspresi serta berkomunikasi. Perlindungan terhadap privasi, dan kebebasan berekspresi serta berkomunikasi merupakan bagian penting dari pengembangan demokrasi dan selaras dengan instrumen internasional.

Indonesia menjunjung tinggi penegakan hak asasi manusia melalui berbagai peraturan perundang-undangan yang ada. Oleh karena itu, penerapan sistem informasi yang dapat melanggar hak asasi manusia akan dilakukan assessment yang komprehensif untuk memastikan tidak terjadinya pelanggaran hak asasi manusia.

Dalam perundang-undangan di Indonesia dikenal adanya intersepsi atau penyadapan. Hal ini dilakukan untuk kepentingan penegakan hukum berdasarkan ketentuan-ketentuan yang tetap menjaga dan menghormati hak asasi manusia.

Noor Riza menghimbau agar masyarakat tidak terpengaruh terhadap informasi yang menyesatkan dan kembali beredar tersebut.