Lindungi 12 Saksi, LPSK Perkirakan Pemohon Perlindungan Bertambah

:


Oleh Yudi Rahmat, Jumat, 7 Oktober 2016 | 05:55 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 646


Jakarta, InfoPublik - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terus mengimbau para korban aksi penipuan yang dilakukan pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi segera melapor kepada pihak kepolisian.

"Saksi atau korban yang mengetahui aksi penipuan Taat Pribadi tidak perlu takut adanya ancaman atau teror fisik dari pengikut Taat Pribadi lainnya."kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai saat Konferensi Pers di ruang Media Center Kantor LPSK, Jakarta Timur, Kamis (6/10).

Menurutnya,  LPSK siap melindungi saksi dan korban Taat Pribadi sesuai amanat Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Jumlah saksi yang dilindungi kemungkinan bertambah karena korban penipuan Taat Pribadi ini cukup banyak dan tersebar di beberapa daerah.

Menurut Semendawai, LPSK tidak segan memberikan perlindungan fisik kepada saksi maupun korban penipuan Taat Pribadi mengingat dugaan tindak pidana yang dilakukannya bersifat sistematis dan terorganisisir. Hal itu membuat potensi ancaman terhadap saksi dan korban juga sangat tinggi. “Taat Pribadi memiliki pengikut yang banyak dan finansial yang cukup signifikan untuk mengintervensi para pengikut yang mencoba melawannya,” tutur Semendawai.

Dia mengungkapkan, sejak September 2016, LPSK melindungi 12 orang saksi dalam kasus yang melibatkan Taat Pribadi dan 9 tersangka lainnya, baik pembunuhan, penipuan maupun penggelapan. Kepada semua saksi diberikan perlindungan fisik dan pemenuhan hak prosedural. Tim dari LPSK mendampingi mereka pada setiap tahapan proses peradilan pidana.

Kriminolog Adrianus Meliala mengatakan, kasus Taat Pribadi ini cukup menari. Sebab, biasanya yang disebut sebagai korban adalah orang yang tidak mau menjadi korban. Akan tetapi pada kasus Taat Pribadi, justru para korban ini turut berpartisipasi menjadi korban dan tidak merasa tertipu. Sementara pelaku, dalam hal ini Taat Pribadi berlindung di balik ajaran agama.

Pelaku, Taat Pribadi, kata Adrianus, mencoba menggunakan konsep keimanan sehingga para pengikutnya tidak perlu lagi menanyakan kebenaran perbuatannya. “Dalam kasus Padepokan Dimas Kanjeng, bisa disebut sebagai kelompok kejahatan karena di dalamnya ada tim pelindung yang menjadi eksekutor untuk menjalankan perintah-perintah Taat Pribadi,” tutur Adrianus.

Modus penipuan yang dilakukan Taat Pribadi, kata dia, hampir sama dengan skema ponzi, dimana kelompok yang bergabung lebih dulu didukung oleh kelompok yang masuk setelahnya. Begitu seterusnya. Pada saat keinginan kelompok yang paling bawah sudah tidak bisa ditampung, mulai timbul permasalahan. “Mulai muncul AG (Abdul Gani) yang mempertanyakan haknya kepada Taat Pribadi. Jadi, tidak heran jika baru pada 2016 kasus ini terungkap,” ujar dia.

Akademisi Fakultas Hukum Universitas Indonesia Heru Susetyo menambahkan, modus dengan seolah-olah menjadi tokoh agama seperti kasus Taat Pribadi bukanlah yang pertama dan juga pasti bukan yang terakhir. Modus seperti sudah banyak terjadi dan kemudian timbul korban baik dalam kasus penipuan, perdagangan orang hingga kekerasan seksual.

Dalam kasus-kasus seperti ini, menurut Heru, posisi korban sangat rentan. Selain itu, bisa juga dikarenakan korbannya lalai akibat adanya relasi kuasa antara korban dan pelaku. “Pada kasus Taat Pribadi, banyak tindak pidana yang bisa dikenakan, mulai pembunuhan, penipuan, penggelapan, pemalsuan uang, pencucian uang, hingga penodaan agama,” katanya.