:
Oleh Wandi, Senin, 4 Juli 2016 | 09:12 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 573
Jakarta, InfoPublik - Rencana melibatkan TNI dalam operasi militer pembebasan tujuh WNI yang disandera oleh kelompok sempalan Abu Sayyaf di Filipina Selatan, tak sepenuhnya didukung DPR.
Anggota Komisi I DPR Sukamta menanggapi pernyataan Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, yang mengaku sudah mendapat lampu hijau membawa TNI masuk Filipina, memberikan apresiasi kepada pemerintah yang kini dipimpin Presiden Duterte. Namun, keselamatan WNI harus yang utama.
"Kita perlu memberikan apresiasi positif kepada pemerintah Filipina yang memberi ruang bagi pasukan Indonesia bisa terlibat langsung dalam pembebasan sandera. Tapi kami meminta pemerintah RI untuk tetap kedepankan jalur diplomasi agar meminimalkan korban jiwa," kata Sukamta, Minggu (3/7).
Politikus PKS itu meminta pemerintah berhati-hati karena yang dihadapi adalah para pejuang dan petarung. Jangan sampai TNI masuk ke dalam medan perang yang tidak dikuasai dan terlibat perang yang bukan peperangan kita. Hal itu tentu sesuai asas not interfere kepada sesama anggota ASEAN.
"Kita tidak perlu campur tangan dengan urusan internal Filipina. Prinsipnya, jangan sampai nanti kita terseret arus konflik ini. Bahkan lebih jauhnya jangan sampai kita diperalat atau terperalat oleh Filipina untuk memberangus fighter yang ada di sana. Itu urusan dalam negeri Filipina," ujarnya.
Selain itu, lanjut Sukamta, Indonesia punya sejarah bagus di sana. Muslim Moro dulu sangat menghargai Indonesia, sekaligus penengah yang dipercaya kedua belah pihak di Filipina selatan. Klaau sakarang mereka berkali-kali menyandera WNI, ini perlu dicari akar masalahnya.
"Karena sudah berulang, jangan-jangan kita sendiri yang tidak belajar dari kasus terdahulu. Kita lalai. Walaupun begitu, dengan tetap mengedepankan kehati-hatian, kita harus memprioritaskan pembebasan WNI dari penyanderaan ini," ujar Sukamta.