KPK Sudah Paparkan Kajian Potensi Benturan Pendanaan Pilkada

:


Oleh Untung S, Jumat, 1 Juli 2016 | 11:01 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 258


Jakarta, InfoPublik - Komisi Pemberantasan Korupsi sudah memaparkan hasil kajian tentang potensi benturan kepentingan pada pendanaan pilkada kepada Komisi Pemilihan Umum, Kementerian Dalam Negeri dan Badan Pengawas Pemilu.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati Iskak, dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (30/6) mengatakan pemaparan sendiri sudah dilakukan pada 29 Juni 2016 yang dipimpin oleh Wakil Ketua KPK Laode M Syarief, serta dihadiri Anggota KPU Ida Budhiati, Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumarsono, dan Sekjen Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Gunawan Suswantoro.

Menurut Yuyuk, kajian ini dilatari besarnya biaya politik yang digunakan dalam sebuah perhelatan pemilihan kepala daerah. Bahkan, hasil kajian Kemdagri menyebutkan kisaran Rp 20-30 miliar bagi seseorang yang ingin menjadi walikota atau bupati dan sekitar Rp 100 miliar untuk menjadi gubernur.

KPK melakukan studi dengan metode telesurvei terhadap 140 calon kepala daerah dan 146 calon wakil kepala daerah yang kalah dalam pilkada serentak di 259 daerah pemilihan.

Responden akan dibagi merata berdasarkan klasifikasi kekayaan sumber daya alam berdasarkan data laporan realisasi anggaran transfer dana bagi hasil sumber daya alam.

Adapun ruang lingkup sumber daya yang dimaksud adalah minyak bumi, gas bumi, pertambangan umum, panas bumi, hasil kehutanan, hasil perikanan. Dari kajian ini, KPK mengidentifikasi potensi benturan kepentingan cakada terkait sumbangan pilkada.

Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarief, kajian ini penting dilakukan untuk menentukan strategi pencegahan korupsi yang akan dilakukan KPK, terutama terhadap kepala daerah terpilih, agar tidak terjerumus pada benturan kepentingan yang berujung korupsi.

“Kajian ini mudah-mudahan dapat memberikan perbaikan terhadap peraturan pengawasan serta mekanisme pendanaan pilkada yang terlepas dari benturan kepentingan,” kata Syarief.

Menurut Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Soni Sumarsono, hasil kajian KPK merupakan potret realitas yang tidak dapat dielakkan sebagai bagian dari proses demokrasi yang mahal. Ia menyimpulkan, pasangan calon tidak akan nyalon tanpa sumbangan dari pihak ketiga, dan sumbangan tersebut tidak akan diberikan tanpa motif.

“Berani nyalon karena ada donatur, atau juga bisa sebagai spekulasi untuk memancing calon donatur,” katanya.

Menyikapi hasil kajian tersebut, anggota KPU Ida Budhiati menilai, bahwa kajian ini memperlihatkan semangat KPK dalam mendorong lahirnya kontestasi demokrasi yang transparan, bersih dan berintegritas.

Ida setuju atas rekomendasi KPK mengenai perlunya lembaga penyelenggara dan pengawas pemilu menyusun regulasi yang kuat agar tidak terjadi pasang-surut sebagaimana terjadi pada peraturan kampanye dan biaya kampanye. “KPU dibebaskan kepalanya, tapi ekornya masih dipegang,” katanya.

Sementara itu, Sekjen Badan Pengawas Pemilu Gunawan Suswantoro mengapresiasi hasil kajian ini. Menurutnya, hasil kajian ini tak jauh berbeda dengan yang telah dilakukan Bawaslu usai perhelatan pilkada serentak di 11 kabupaten/kota.