:
Oleh Masfardi, Jumat, 1 Juli 2016 | 09:57 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 280
Jakarta, InfoPublik - Majelis Permusyawaratan Rakyat mengutuk keras pelaku pengeboman di Turki yang menyebabkan 36 orang tewas dan 147 orang cidera.
Aksi ini diduga didalangi oleh kelompok ISIS, korbannya adalah orang yang tidak berdosa.
“Hal itu tidak bisa dibenarkan oleh hukum, baik hukum lokal, internasional, umum ataupun hukum agama manapun, termasuk agama Islam, tidak membenarkan membunuh orang yang tidak terkait dengan perang, itu layak untuk dikutuk dengan keras dan meminta dunia untuk bersatu padu mengalahkan teror semacam ini, karena itu harus menyikapinya secara adil,” kata wakil Ketua MPR RI Hidayat Nurwahid di Jakarta, Kamis (30/6).
Dia mengatakan, pelakunya seperti disebutkan oleh pimpinan Turki adalah terkait dengan ISIS, sebab berbagai peristiwa yang terjadi di Turki selalu disebabkan oleh ISIS, karena Turki merupakan negara kelompok aliansi internasional yang bergempur ISIS, dimana sehari sebelum peristiwa itu Turki mengeluarkan kebijakan dengan membuka bandaranya untuk NATO guna menggempur ISIS.
Kejadian ini menurutnya membuka mata dunia bahwa Islam juga menjadi korban dari terorisme. Sehingga jangan menyamakan Islam dengan terorisme, sebab Islam adalah agama damai dan berbeda dengan terorisme, dan Islam tidak pernah mengajarkan untuk melakukan perbuatan teror.
Dia mengatakan kejadian itu bukan yang bertama kali terjadi di Turki, bahkan sebelumnya terjadi disamping masjid yang sangat bersejaran yang pengunjungnya sangat banyak, mengenai motifnya menurut pelaku teror tersebut terkait dengan agama, tapi kalau benar motifnya agama, kenapa yang dibunuh orang Islam juga.
Kalau benar mereka bermusuhan dengan pemerintah Turki, kenapa tidak pemerintahnya yang dilawan, kenapa umat Islam sendiri yang menjadi sasaran yang tidak tahu masalah tersebut.
Hidayat Nurwahid berharap kejadian tersebut tidak berdampak dengan Indonesia, meski Indonesia dengan Turki memiliki hubungan yang sangat baik, meski masing-masing negara memiliki gejolak separatisme.