:
Oleh Jhon Rico, Selasa, 28 Juni 2016 | 11:07 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 370
Jakarta, InfoPublik - Melalui peringatan Hari Anti Narkotika Internasional (HANI) 2016, Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya sinergi lintas sektor dalam upaya pemberantasan narkotika.
Dalam keterangan tertulis BNN yang diterima InfoPublik, Senin (27/6), seperti yang disampaikan pada rapat terbatas Februari 2016 lalu, Jokowi menekankan enam hal penting.
Pertama sektor seperti BNN, Polri, TNI, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Kominfo, Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai , harus bergerak bersama, bersinergi dan hilangkan ego sektoral.
Kedua, menyatakan perang terhadap bandar dan jaringan narkoba. Penanganan hukum itu harus lebih keras lagi, lebih tegas lagi pada jaringan-jaringan yang terlibat.
Ketiga, menutup semua celah penyelundupan narkoba karena narkoba ini sudah merasuk ke mana-mana. Menutup celah semua penyelundupan yang berkaitan dengan narkoba di pintu-pintu masuk, baik di pelabuhan maupun di bandara maupun di pelabuhan-pelabuhan kecil yang ada di negara RI.
Keempat, Presiden meminta agar digencarkan kampanye kreatif bahaya narkoba dan kampanye ini utamanya menyasar generasi muda.
Kelima, perlu ditingkatkan pengawasan yang ketat pada lapas sehingga lapas tidak dijadikan pusat penyebaran dan peredaran narkoba. Bahkan Presiden meminta agar dilakukan pengecekan secara rutin di lapas-lapas tersebut.
Keenam, terkait rehabilitasi penyalahgunaan dan pecandu narkoba, program rehabilitasi harus berjalan efektif sehingga rantai penyalahgunaan narkoba bisa betul-betul terputus.
Jokowi menyatakan dengan tegas bahwa penyalahgunaan narkotika akan merusak masa depan sebuah bangsa, karena daya rusaknya yang sangat luar biasa.
Narkotika merusak karakter manusia, fisik, dan kesehatan masyarakat, serta dalam jangka panjang berpotensi besar mengganggu daya saing dan kemajuan bangsa. Situasi global penyalahgunaan narkotika di dunia memberikan gambaran yang cukup memprihatinkan, katanya.
Berdasarkan laporan “World Drugs Report tahun 2015” yang diterbitkan oleh UNODC, organisasi dunia yang menangani masalah narkotika dan kriminal, diperkirakan terdapat 246 juta orang (5,2 persen dari populasi dunia berusia 15-64 tahun), atau dapat dikatakan bahwa 1 dari 20 orang berusia 15-64 tahun, pernah menyalahgunakan narkotika. Sementara itu, penyalahgunaan narkotika di dalam negeri juga cukup merisaukan. Angka prevalensi penyalah guna narkotika di Indonesia pada survei tahun 2015, sebesar 2,20 persen atau lebih dari 4 juta orang yang terdiri dari penyalah guna coba pakai, teratur pakai dan pecandu.
Peredaran narkotika jenis baru (New Psychoactive Substances) juga kian marak. Saat ini NPS di dunia berjumlah 643 jenis zat dan belum seluruhnya terjangkau oleh aturan hukum yang berlaku di setiap negara.
Sedangkan NPS yang sudah masuk ke Indonesia saat ini telah berjumlah 44 jenis zat. 18 jenis zat diantaranya telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI, sementara 26 jenis zat lainnya masih dalam proses pembahasan aktif antara BNN bersama Kemenkes RI dan instansi terkait lainnya.
Menghadapi situasi di atas, pemerintah bersama dengan seluruh komponen masyarakat harus bersungguh-sungguh berperang terhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika. Masing-masing individu dituntut memproteksi diri dan lingkungannya sejak dini dari penyalahgunaan dan peredaran narkotika. Masyarakat dituntut proaktif mendukung aparat penegak hukum dengan cara melaporkan tindakan mencurigakan terkait penyalahgunaan dan peredaran narkotika.