:
Oleh Jhon Rico, Kamis, 23 Juni 2016 | 09:33 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 1K
Jakarta, InfoPublik- Komnas HAM menyimpulkan terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang berat (masa lalu) pada peristiwa Simpang KKA di Aceh yang terjadi pada 3 Mei 1999 silam.
Menurut Ketua Penyelidikan Tim Ad Hoc Pelanggaran Berat Simpang KKA di Aceh Otto Nur Abdullah, terkait hasil penyelidikan, sebagaimana ketentuan Pasal 1 angka 5 juncto Pasal 20 ayat (1) Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Komnas HAM telah meneruskannya ke Kejaksaan Agung guna ditindaklanjuti dengan penyidikan dan penuntutan pada 17 Juni 2016 lalu. "Pada hari yang sama, Komnas HAM juga telah mengajukan hasil penyelidikan kasus ini kepada Dewan Perwakilan Rakyat RI sebagai permohonan dukungan untuk segera ditindaklanjuti dan kemudian dibentuk Pengadilan HAM Adhoc," kata dia dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (22/6).
Otto menegaskan, tim adhoc menyimpulkan terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya kejahatan terhadap kemanusiaan sebagai salah satu bentuk pelanggaran Ham berat di masa lalu berupa pembunuhan (pasal 7 huruf b jo pasal 9 huruuf a uu no 26 tahun 2000 tentang pengadilan ham) dan penganiayaan.
Tragedi Simpang KKA adalah sebuah peristiwa yang berlangsung saat konflik Aceh pada tanggal 3 Mei 1999 di Kecamatan Dewantara, Aceh. Saat itu, pasukan militer Indonesia menembaki kerumunan warga yang sedang berunjuk rasa memprotes insiden penganiayaan warga yang terjadi pada tanggal 30 April di Cot Murong, Lhokseumawe.
Simpang KKA adalah sebuah persimpangan jalan dekat pabrik PT Kertas Kraft Aceh di Kecamatan Dewantara, Aceh Utara. Insiden ini terus diperingati masyarakat setempat setiap tahunnya. Sampai sekarang belum ada pelaku yang ditangkap dan diadili atas peristiwa ini.