:
Oleh Eko Budiono, Rabu, 8 Juni 2016 | 14:12 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 301
Jakarta, InfoPublik - Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow menilai Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI berhak menolak intervensi DPR dan pemeriantah. KPU sebagai penyelenggara pemilu adalah lembaga yang bersifat nasional, tetap dan mandiri.
“Pasal 9 hasil revisi UU Pilkada telah melanggar prinsip penyelenggaraan pilkada, dan ini merupakan ‘intervensi legal’ terhadap KPU,” ujar Jeirry di kantor KPU RI, Rabu (8/6).
Menurut Jeirry, ketentuan tersebut menjadi bukti bahwa dalam revisi UU, DPR tidak berkaca pada persoalan-persoalan pilkada serentak. “Kita tahu bahwa DPR itu ada para wakil rakyat yang merupakan anggota partai, sehingga Pasal 9 itu bisa menjadi jalan masuk bagi DPR untuk mengatur jalannya proses pilkada sesuai dengan keinginan dan keuntungan mereka,” tegasnya.
Ia menilai dalam proses pelaksanaan pilkada, KPU tidak boleh diatur oleh lembaga mana pun, termasuk DPR. Konsultasi dengan DPR hanya perlu jika ada persoalan dan jika ada aturan yang akan dibuat oleh KPU. Namun, KPU tidak diwajibkan untuk melaksanakan hasil konsultasi tersebut. “Hasil konsultasi itu semestinya hanya sebatas masukan bagi KPU, yang bisa saja dilaksanakan, tapi bisa juga diabaikan. Kalau itu diwajibkan, maka akan sangat berbahaya dan mengganggu proses pilkada. Apalagi jika DPR mengusulkan sesuatu yang bertentangan dengan UU,” tambahnya.
Sebelumnya hasil revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) adalah ketentuan Pasal 9A. Dalam pasal tersebut dikatakan bahwa tugas dan wewenang KPU adalah menyusun dan menetapkan peraturan KPU serta pedoman teknis pemilihan setelah berkonsultasi dengan DPR dan pemerintah dalam rapat dengar pendapat yang keputusannya mengikat.