Legislator Minta Presiden Terbitkan Perppu Darurat Hakim

:


Oleh Masfardi, Senin, 30 Mei 2016 | 16:15 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 131


Jakarta, InfoPublik - Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani menjelaskan lembaga penegakan hukum yang merupakan salah satu unsur dari trias politika harus lebih suci dibandingkain eksekutif dan legislatif. Ia meminta  Presiden  menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang bertujuan agar menjadikan lembaga peradilan di Republik Indonesia bersih dan berwibawa. 

Menurutnya, lembaga yudikatif punya peran sangat penting dalam menjaga kehormatan negara. "Jika Presiden melihat banyaknya kasus hakim termasuk di MA tersangkut korupsi. Kalau ini dibiarkan bisa melumpuhkan negara, maka Presiden bisa menerbitkan Perppu Darurat Hakim. Apalagi jika korupsi itu sudah mendarah-daging, maka perlu langkah-langkah radikal untuk perbaikan," anjur Arsul, di Jakarta, Senin (30/5).

Permintaan itu  yang ditujukan kepada presiden tersebut dia sampaikan saat acara dialektika demokrasi yang bertajuk ‘Lembaga Peradilan dalam Pusaran Korupsi’. Selain Anggota Komisi III DPR yang membidangi urusan peradilan. 

Bahkan, Arsul menyampaikan jika diperlukan, Indonesia melakukan reformasi peradilan. Hal ini sangat beralasan karena belakangan ini banyak kasus yang terkuak tentang kerusakan lembaga yudikatif ini. 

Dalam lini media masa banyak diberitakan ada puluhan hakim yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan suap. Bahkan Sekjen Mahkamah Agung (MA), Nurhadi juga diperiksa, kantor dan kediamannya digeledah, terkait dugaan keterlibatannya dalam praktek mafia peradilan. Apalagi uang senilai Rp 1,7 miliar berhasil disita saat penggeledahan dikediamannya. 

Sampai-sampai politisi dari fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menyampaikan, reformasi peradilan lebih urgen dari pada reformsi politik saat ini.  Dia menyampaikan, kasus di tubuh MA yang baru-baru ini terungkap, hanya sebagian saja, banyak permasalahan yang belum diketahui publik. "Fenomena di MA itu fenomena gunung es," ungkapnya. 

Arsul juga menyampaikan, aduan yang diterimanya, dari hakim-hakim yang masih menjaga integritasnya dengan baik merasa terganggu dengan kasus tersebut. "Ini yang kemudian harus kita benahi," paparnya.  

Dia juga menyarankan di kemudian hari sebaiknya ada aturan yang menjaga hakim patuh terhadap standar etik. Menurutnya standar etik seorang hakim harus tinggi. "Hakim agung setiap lima tahun dilakukan penilaian oleh Komisi Yudisial. Untuk menjaga martabat dan keluhuran MA," usul Arsul.