:
Oleh Masfardi, Senin, 16 Mei 2016 | 12:08 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 229
Jakarta, InfoPublik- Ketua Komisi VIII DPR RI Saleh Partanoan Daulay mengatakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang akan dikeluarkan Presiden Jokowi untuk menangani kasus kekerasan seksual terhadap anak adalah pemberatan hukuman terhadap pelaku.
“Menerbitkan Perppu tentang Perlindungan Anak memang hak pemerintah dalam situasi ihwal yang genting dan darurat. Kalau Presiden menilai ini hal yang darurat, maka bisa saja Presiden menerbitkan Perppu Perlindungan Anak, tetapi harus dengan pertimbangan yang matang dan dikaji secara mendalam,” katanya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (16/5).
Perppu yang akan dikeluarkan perlu dipertimbangkan dan dikaji, khususnya soal istilah kejahatan luar biasa (extra ordinary crime), dan pemberatan hukuman kebiri yang belum ada Undang-undang yang terkait sebelumnya.
“Karena kalau itu diputuskan sebagai kejahatan luar biasa, maka dampaknya tentu akan sangat luar biasa. Hukuman kebiri juga belum ada UU nya, ini perlu di tinjau lagi, karena Perppu itu harus mengadopsi UU yang sudah ada, kalau yang dimaksud untuk mengganti UU No. 35 tahun 2014 tentang perlindungan Anak (PA), maka Perppu kebiri tersebut bisa dimasukkan ke dalam revisi UU Perlindungan Anak (PA),” ujarnya.
Selain UU PA, juga ada RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang masuk Prolegnas 2015-2016 di urutan ke-167 dari 169 RUU Prolegnas. Hal ini juga jangan sampai terjadi tumpang-tindih antara RUU dan UU PA, sehingga harus diselaraskan terlebih dahulu, agar ada payung hukum untuk menindak penjahat seksual. “Maka solusinya dapat dikombinasi antara RUU penanganan konflik social (PKS) dan Perppu Perlindungan Anak,” tuturnya.
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Asrorun Niam meminta DPR mendorong Perppu terkait kekerasan seksual terhadap anak dengan keputusan politik. Sebab, kekerasan seksual terhadap anak sudah masuk dalam kondisi darurat.
“Perlindungan anak mendesak dan tidak bisa menunggu perdebatan-perdebatan yang tidak produktif. DPR perlu membuat keputusan politik terhadap rencana Presiden Jokowi mengeluarkan Perppu. Karena keputusan politik bisa berdampak langsung kepada aparat hukum paling bawah,” ujarnya.
Dia mengingatkan pemberatan hukuman harus rasional. Menurutnya, ketimbang dikebiri lebih baik pelaku dihukum seumur hidup.
“Menaikkan ancaman atau sanksi hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual terhadap anak sah sah saja. Tapi yang harus diingat pemberatan hukuman tetap harus rasional. Sebab pelaku tetap memiliki hak untuk hidup dan hak tidak disiksa. Sedangkan dasar dari kebiri adalah menyiksa,” katanya.