Permen Pelarangan Penggunaan Pukat Akan Dikaji Ulang

:


Oleh Masfardi, Kamis, 21 April 2016 | 13:04 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 188


Jakarta, InfoPublik - Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2 tahun 2015 tentang Larangan Penggunaan Pukat Hela (trawal) dan Pukat Tarik (Seine Nets) di Wilayah Pengelolaan Perikanan segera dikaji ulang.

Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo menegaskan, setahun setelah dikeluarkannya Permen itu, permasalahan seputar nelayan tak kunjung selesai.

“Sudah setahun lebih, permasalahan seputar nelayan kok tidak kelar. Dulu kita mengingatkan Peraturan Menteri No 1 dan 2 tahun 2015, itu semua dikaji dulu, termasuk petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya,” tegas Edhy Prabowo di Jakarta, Kamis (21/4). 

Sebagaimana diketahui, sebagian besar masyarakat nelayan menolak Peraturan Menteri KP No 2 tahun 2015 dikarenakan minimnya sosialisasi, dan tidak ada penggantian alat tangkap ikan dari pemerintah.

Adapun alat tangkap yang dimiliki nelayan saat ini, sebagian besar dianggap tidak ramah lingkungan. Kebanyakan para nelayan itu keberatan dengan isi Permen yang menurut nelayan sangat memberatkan. 

Politisi F-Gerindra itu mengingatkan, KKP sebagai pihak yang menaungi masyarakat nelayan, seharusnya dapat menjadi pembina, bukan malah menjadi musuh nelayan. Sehingga, ketika KKP menerbitkan Permen itu, seharusnya ada solusi yang diberikan, misal dengan penggantian alat tangkap nelayan. Apalagi, Komisi IV DPR juga telah menggelontorkan kenaikan anggaran untuk KKP. 

“Anggaran KKP sudah kita berikan dua kali lipat lebih besar dibanding tahun sebelumnya. Harusnya lebih bagus. Sebelumnya Rp 5 triliun, sekarang mencapai Rp 11 triliun. Kalau sudah begitu, harusnya untuk mengganti alat tangkap nelayan itu, tidak sulit. Jika kita memberikan alat tangkap ke nelayan, ini secara tidak langsung memberikan lapangan kerja,” papar Edhy.

Edhy juga masih belum memahami maksud dari alat tangkap ikan yang diatur dalam Permen KP No 2 Tahun 2015 itu. Menurutnya, jika memang alat tangkap ikan itu perlu diatur, harus ada kejelasan, alat tangkap seperti apa yang dimaksud. 

“Soal alat tangkap saja ini masih simpang siur. Misalnya cantrang, lalu cantrang yang seperti apa. Ada yang bilang cantrang tidak ramah lingkungan. Lalu seperti apa cantrang yang ramah lingkungan. Kalau memang alat tangkap tidak ramah lingkungan tidak diperbolehkan, harusnya KKP memikirkan penggantinya dan itu harusnya tidak sulit,” tegas Edhy.