:
Oleh Masfardi, Minggu, 10 April 2016 | 20:40 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 151
Jakarta, InfoPublik - Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq meminta pada pihak pemerintah agar membuka segala opsi untuk membebaskan 10 warga Negara Indonesia (WNI) yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf.
“Saat ini ada dua opsi yang bisa dilakukan oleh pemerintah pertama adalah opsi militer, kedua adalah opsi negosiasi dengan membayar tebusan yang diminta oleh kelompok penyandera, keduanya ada masalah,” kata Mahfudz Siddiq di Jakarta, Minggu (10/4).
Kalau opsi tindakan militer, menurutnya masih ada kendala karena tidak diizinkan Pemerintah Filipina, sebab konstitusi Filipina tidak membenarkan tentara asing memasuki wilayah Filipina, guna mempergunakan kekuatan militer di wilayahnya.
Meski sebenarnya tidak terpaku dengan konstitusi, untuk kemanusian Filipina harus memprioritaskan untuk penyelamatan nyawa manusia.
Sehingga kata dia, harus ada tekanan politik pada Pemerintah Filipina, agar ada langkah yang konkret yang diambil Pemerintah Filipina.
Apalagi kata dia, selama ini tindakan yang dilakukan Pemerintah Filipina tidak ada yang berhasil, sehingga sulit membayangkan adanya langkah cepat dari Pemerintah Filipina.
Kalau demikian peluang melakukan tindakan militer saat ini sulit dilakukan, karena kita harus menghormati konstitusi negara tersebut, ucapnya.
Opsi negosiasi menurutnya lebih memungkinkan dilakukan yaitu membayar tebusan yang diminta, karena sejak awal penyandera itu dilakukan, pihak penyandera selau kontak dengan pemilik perusahan, dan masih berlangsung hingga saat ini.
Diakui banyak pihak yang tidak setuju dengan opsi negosiasi, sebab kalau itu dilakukan sama artinya kita tunduk pada kelompok kriminal, padahal kita sebagai negara yang berdaulat tidak boleh berkompromi dengan penyandera tersebut.
Jika tidak boleh berkompromi dengan kelompok itu, menurutnya selama Pemerintah Filipina mau melakukan hard power maka upaya pembebasan sandera ini bisa berhasil.