: Pengunjung melintas didepan layar digital yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta, Selasa (8/4/2025). PT Bursa Efek Indonesia (BEI) membekukan sementara perdagangan (trading halt) sistem perdagangan pada pukul 09.00.00 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS), setelah penurunan IHSG yang melebihi 8 persen. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/nz
Jakarta, InfoPublik - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi melakukan penyesuaian kebijakan terkait batasan auto rejection bawah dan penghentian sementara perdagangan efek. Langkah ini dilakukan dengan dukungan penuh dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Penyesuaian itu dituangkan dalam dua Surat Keputusan Direksi BEI, yaitu Nomor Kep-00002/BEI/04-2025 tentang Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan dalam Kondisi Darurat, dan Nomor Kep-00003/BEI/04-2025 tentang Peraturan II-A Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas. Kedua aturan tersebut berlaku efektif sejak 8 April 2025.
Salah satu perubahan utama adalah penyesuaian batasan auto rejection bawah. BEI menetapkan batasan baru sebesar 15 persen untuk efek berupa saham pada Papan Utama, Papan Pengembangan, Papan Ekonomi Baru, Exchange-Traded Fund (ETF), dan Dana Investasi Real Estat (DIRE) pada seluruh rentang harga. Kebijakan ini dirancang untuk memberikan stabilitas pasar dan mengurangi volatilitas yang berlebihan.
Ketentuan baru juga mengatur mekanisme penghentian sementara perdagangan (trading halt dan trading suspend) apabila terjadi penurunan signifikan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam satu hari perdagangan.
Berikut detailnya: Trading Halt 30 Menit Diterapkan jika IHSG turun lebih dari 8 persen, Trading Halt Kedua 30 Menit Jika IHSG mengalami penurunan lanjutan lebih dari 15 persen, Trading Suspend Berlaku jika IHSG turun lebih dari 20 persen, dengan opsi penghentian hingga akhir sesi perdagangan atau lebih dari satu sesi setelah mendapat persetujuan OJK.
Sekretaris Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Kautsar Primadi Nurahmad dalam siaran pers yang diterima pada Rabu (9/4/2025) menyebutkan bahwa pada Selasa, 8 April 2025, telah dilakukan tindakan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) sistem perdagangan di PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada pukul 09:00:00 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS).
Perdagangan kemudian dilanjutkan pada pukul 09:30:00 waktu JATS tanpa ada perubahan jadwal perdagangan. Tindakan ini dilakukan karena terdapat penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencapai 8 persen.
"BEI melakukan upaya ini dalam rangka menjaga perdagangan saham agar senantiasa teratur, wajar, dan efisien sesuai dengan Peraturan Nomor II-A tentang Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas dan diatur lebih lanjut pada Surat Keputusan Direksi BEI nomor Kep-00002/BEI/04-2025," kata Kautsar.
Kautsar menjelaskan bahwa kebijakan itu bertujuan memberikan ruang bagi investor untuk mengambil keputusan investasi yang lebih matang berdasarkan informasi pasar yang tersedia.
“Penyesuaian ini kami lakukan untuk menjaga stabilitas pasar sekaligus melindungi investor. Kami juga mempertimbangkan praktik terbaik dari bursa-bursa internasional dan masukan dari pelaku pasar,” ungkapnya.
Dengan kebijakan baru ini, BEI berharap perdagangan efek di Indonesia dapat semakin transparan dan mampu memberikan rasa aman bagi seluruh pemangku kepentingan. Langkah ini juga mencerminkan komitmen BEI dalam menjaga integritas pasar modal nasional di tengah dinamika global yang semakin kompleks.
Daya Tarik Tinggi
Pengamat pasar modal sekaligus Founder Stocknow.id Hendra Wardana memproyeksikan masih ada risiko pelemahan lanjutan pada Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam jangka pendek.
"Dari sisi teknikal, IHSG kini berada di area support 5.945 sampai 6.045, dengan level krusial selanjutnya di 5.500 sampai 5.636. Artinya, secara jangka pendek, masih ada risiko pelemahan lanjutan," ujar Hendra seperti dikutip dari Antara, Rabu (9/4/2025).
Di sisi lain, tetap terbuka kemungkinan IHSG mengalami technical rebound apabila ada sinyal positif dari pemerintah Indonesia terkait negosiasi dalam menanggapi kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
"Namun, kemungkinan technical rebound tetap terbuka, terutama jika ada sinyal diplomasi tegas dari Presiden Prabowo Subianto dalam menanggapi kebijakan tarif Trump," ujar Hendra.
Ia memastikan pasar modal Indonesia masih memiliki daya tarik tinggi yang ditopang oleh fundamental ekonomi domestik dan kinerja perusahaan tercatat (emiten) yang masih solid.
Ia menjelaskan pelemahan yang terjadi pada IHSG lebih disebabkan oleh sentimen eksternal, utamanya adanya kekhawatiran pelaku pasar terhadap kebijakan tarif Donald Trump.
"Meskipun ekspor Indonesia ke AS hanya sekitar 9,9 persen dari total ekspor nasional, reaksi pasar yang berlebihan mengindikasikan adanya kekhawatiran lebih dalam terhadap ketegangan dagang global, potensi perlambatan ekonomi dunia, serta belum adanya respons cepat dari pemerintah RI sebelum pasar dibuka," ujar Hendra.
Justru, Ia menilai saat ini menjadi peluang strategis bagi investor untuk mengoleksi saham-saham unggulan dengan harga murah di pasar saham Indonesia.
"Justru saat investor panik, ini bisa menjadi peluang strategis untuk mulai mengoleksi saham-saham unggulan yang harganya terkoreksi dalam. Apalagi, Indonesia memiliki fondasi ekonomi yang tetap solid: pertumbuhan PDB stabil di kisaran 5 persen, neraca perdagangan masih surplus, dan fundamental emiten-emiten besar tetap kuat," ujar Hendra.
Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede memandang pasar Indonesia lebih tangguh dari negara lain di tengah gejolak pascapengumuman kebijakan tarif impor baru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump atau tarif Liberation Day.
“Dibandingkan negara lain yang mengalami koreksi lebih dalam, kinerja IHSG bisa dikatakan tidak buruk dan bahkan menjadi sinyal kepercayaan investor terhadap fondasi ekonomi Indonesia yang cukup kuat,” kata Josua dalam keterangan di Jakarta, Rabu.
Hal itu didukung oleh indikator makro seperti pertumbuhan kredit yang masih double digit yakni 10,42 persen, kenaikan belanja domestik saat Ramadhan, dan posisi neraca perdagangan yang masih surplus. Menurut dia, pasar masih melihat Indonesia mempunyai daya tahan fundamental yang baik.
Josua memandang, pergerakan IHSG yang hanya melemah 7,9 persen sejak pengumuman kebijakan Trump pada 2 April 2025 sampai penutupan pasar pada 8 April 2025, menunjukkan pasar modal Indonesia tidak terlalu buruk dibanding negara lain.
“Pasar modal Indonesia relatif lebih tangguh dibandingkan banyak negara lain, termasuk Italia, Argentina, Vietnam, Prancis, Singapura, dan bahkan Amerika Serikat sendiri yang mencatat penurunan 10,7 persen dalam periode yang sama,” ujarnya.
Hal ini memberikan indikasi bahwa pasar merespons secara relatif positif terhadap kondisi ekonomi domestik Indonesia, yang dinilai lebih resilien di tengah guncangan eksternal global.
Salah satu alasan utama menurut Josua, di balik ketahanan relatif IHSG adalah rendahnya eksposur langsung Indonesia terhadap pasar AS. Josua mengungkapkan, nilai ekspor Indonesia ke AS hanya berkontribusi sekitar 2,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Nilai ini jauh lebih kecil jika dibandingkan negara seperti Vietnam yang nilainya 33 persen.
“Ini memberikan fleksibilitas lebih besar bagi Indonesia dalam menyikapi kebijakan proteksionis AS, serta mengurangi dampak langsung terhadap perekonomian secara keseluruhan,” tuturnya.
Menurut dia, pelemahan IHSG dipengaruhi oleh adanya tekanan dan ketidakpastian global, terutama terkait dengan potensi perlambatan ekonomi dunia, disrupsi rantai pasok, dan depresiasi rupiah akibat dari capital outflow dan tekanan terhadap aset berisiko.