Dampak Kenaikan PPN 12 Persen terhadap Pertumbuhan Ekonomi tidak Signifikan

: Pengunjung melihat barang yang dijual di salah satu gerai fesyen di pusat perbelanjaan Kuningan City, Jakarta, Jumat (20/12/2024). Pemerintah bersama gabungan organisasi pengusaha ritel menggelar pesta diskon bertajuk Belanja di Indonesia Aja (Bina) Diskon 2024 yang digelar di 396 pusat perbelanjaan di 24 provinsi di Indonesia mulai dari 20-29 Desember 2024 dalam rangka menyambut Natal 2024 dan Tahun Baru 2025 sekaligus mendorong daya beli masyarakat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. ANTARA FOTO/Fauzan/agr


Oleh Isma, Sabtu, 21 Desember 2024 | 22:21 WIB - Redaktur: Untung S - 216


Jakarta, InfoPublik – Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu memberikan penjelasan terkait isu terkini mengenai kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen.

Ia menegaskan bahwa dampak dari kenaikan PPN terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak signifikan. Menurutnya, inflasi saat ini terbilang rendah, yaitu sebesar 1,6 persen, dan dampak kenaikan PPN hanya berkontribusi sekitar 0,2 persen terhadap inflasi.

“Inflasi saat ini rendah di 1,6 persen. Dampak kenaikan PPN ke 12 persen adalah 0,2 persen. Inflasi akan tetap dijaga rendah sesuai target APBN 2025, yaitu 1,5 persen-3,5 persen,” ujar Febrio dalam keterangan tertulis yang diterima InfoPublik pada Sabtu (21/12/2024).

Pertumbuhan Ekonomi 2024 dan 2025 Tetap Dijaga Positif

Febrio juga mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 diperkirakan tetap tumbuh di atas 5,0 persen. Untuk 2025, pemerintah berencana menjaga pertumbuhan ekonomi dengan target yang lebih tinggi, yakni 5,2 persen.

"Selain itu, tambahan paket stimulus seperti bantuan pangan, diskon listrik, pembebasan pajak penghasilan bagi buruh pabrik tekstil, pakaian, alas kaki, dan furniture, serta pembebasan PPN rumah, akan menjadi bantalan bagi masyarakat," tambah Febrio Kacaribu.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menjelaskan bahwa pemerintah terus berupaya menjaga daya beli masyarakat dan menstimulasi perekonomian melalui berbagai paket kebijakan ekonomi. Salah satunya adalah kebijakan perpajakan yang selektif dan berbasis keadilan.

Menkeu menjelaskan, pajak merupakan instrumen penting dalam pembangunan negara. Pemerintah selalu mengutamakan prinsip keadilan dalam pemungutan pajak, yang mendasari penerapan kebijakan PPN 12 persen yang selektif.

“Keadilan adalah dimana kelompok masyarakat yang mampu akan membayar pajaknya sesuai dengan kewajiban berdasarkan undang-undang, sementara kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir,” ungkap Menkeu.

Keberpihakan Pemerintah dalam Kebijakan Perpajakan

Menkeu juga menegaskan bahwa kebijakan perpajakan ini tetap mengedepankan keberpihakan terhadap masyarakat. Barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, seperti kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan angkutan umum, tetap dibebaskan dari PPN 0 persen.

Sementara itu, barang seperti tepung terigu, gula industri, dan minyak curah (sekarang minyak Kita) yang mengalami kenaikan PPN, akan dibebaskan bebannya oleh Pemerintah melalui mekanisme DTP (Ditanggung Pemerintah).

Selain itu, penyesuaian tarif PPN akan dikenakan pada barang dan jasa yang tergolong mewah, seperti makanan premium, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan internasional berbiaya mahal.

Pemerintah juga memberikan stimulus perlindungan sosial untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah, seperti bantuan pangan, diskon listrik, dan berbagai insentif perpajakan. Insentif ini termasuk perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 persen untuk UMKM, insentif PPh 21 DTP untuk industri pada karya, serta alokasi total insentif PPN sebesar Rp265,6 triliun untuk 2025.

“Mayoritas insentif perpajakan 2025 akan dinikmati oleh rumah tangga, serta mendorong dunia usaha dan UMKM. Meskipun ada undang-undang perpajakan dan tarif pajak, pemerintah tetap peka untuk mendorong barang, jasa, dan pelaku ekonomi,” tambah Sri Mulyani.

Menkeu juga mengungkapkan bahwa pemerintah akan terus mendengarkan berbagai masukan guna memperbaiki sistem dan kebijakan perpajakan yang berkeadilan. Dengan langkah-langkah ini, pemerintah berharap dapat menjaga momentum pertumbuhan ekonomi, melindungi masyarakat, dan memastikan keberlanjutan APBN.

“Ini adalah paket kebijakan komprehensif yang akan terus disesuaikan berdasarkan data dan masukan. Kami akan terus menjaga keseimbangan dalam penggunaan APBN dan perpajakan sebagai instrumen untuk menjaga ekonomi, mewujudkan keadilan, dan gotong-royong,” tutup Sri Mulyani.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Isma
  • Minggu, 22 Desember 2024 | 18:02 WIB
Menko Perekonomian Tegaskan QRIS Tetap Bebas PPN
  • Oleh Wahyu Sudoyo
  • Sabtu, 21 Desember 2024 | 14:57 WIB
Menkomdigi Ajak UMKM Siap Hadapi Tantangan Teknologi AI
  • Oleh Isma
  • Sabtu, 21 Desember 2024 | 13:00 WIB
Pemberlakuan PPN 12 Persen Amanah UU, Dampak Inflasinya Kecil
  • Oleh MC PROV KALIMANTAN BARAT
  • Sabtu, 21 Desember 2024 | 06:18 WIB
Intervensi Cepat: Pemprov Kalbar Salurkan Bantuan di Lokasi Rawan Pangan