- Oleh Dian Thenniarti
- Sabtu, 21 Desember 2024 | 22:48 WIB
: Menteri PPPA Arifah Fauzi saat menyampaikan sambutannya dalam Forum Tematik Badan Koordinasi Humas (Bakohumas) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bertajuk “Diseminasi Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) dan Survei Pengalaman Hidup Anak dan Remaja Nasional (SNPHAR) 2024” yang diselenggarakan di Gedung BJ Habibie, Kantor BRIN, Jakarta pada Kamis (21/11/2024)/Foto : InfoPublik/Farizzy Adhy
Oleh Farizzy Adhy Rachman, Kamis, 21 November 2024 | 16:30 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 186
Jakarta, InfoPublik – Pemerintah terus memperkuat sinergi lintas sektor untuk menangani kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Hal ini menjadi tema utama dalam Forum Tematik Badan Koordinasi Humas (Bakohumas) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) bertajuk “Diseminasi Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) dan Survei Pengalaman Hidup Anak dan Remaja Nasional (SNPHAR) 2024” yang diselenggarakan di Gedung BJ Habibie, Kantor BRIN, Jakarta pada Kamis (21/11/2024).
Menteri PPPA, Arifah Fauzi, menekankan pentingnya penggunaan data untuk kebijakan berbasis bukti. Hasil survei SPHPN dan SNPHAR 2024 menunjukkan penurunan prevalensi kekerasan. Kekerasan terhadap perempuan usia 15-64 tahun menurun dari 9,4 persen pada 2016 menjadi 6,6 persen di 2024. Sementara itu, kekerasan terhadap anak laki-laki turun dari 61,7 persen pada 2018 menjadi 49,83 persen, dan terhadap anak perempuan dari 62 persen menjadi 51,78 persen.
“Kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah pelanggaran hak asasi manusia. Data ini memberikan gambaran nyata sehingga memungkinkan kita menyusun strategi yang lebih efektif,” ujar Arifah.
Sebagai langkah kolaboratif, Kementerian PPPA meluncurkan inisiatif Ruang Bersama Merah Putih, platform yang bertujuan memberdayakan perempuan dan anak di tingkat desa.
Program ini melibatkan mahasiswa dari berbagai jurusan untuk mendampingi masyarakat, serta memperkenalkan kembali permainan tradisional sebagai cara mengurangi ketergantungan anak pada gawai.
“Ruang Bersama Merah Putih tidak hanya berfokus pada aspek fisik, tetapi pada fungsinya sebagai tempat mencatat dan mengatasi isu di tingkat desa, seperti stunting, kekerasan, dan masalah lainnya,” ucap Menteri PPA.
Arifah pun menekankan bahwa kolaborasi adalah kunci dalam mewujudkan visi Indonesia Emas 2045. “Keluarga yang kuat membentuk masyarakat yang tangguh, dan masyarakat yang tangguh akan membawa Indonesia menuju masa depan yang gemilang,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Tata Kelola dan Kemitraan Komunikasi Publik (TKKP) Ditjen IKP, Hasyim Gautama menyoroti pentingnya peran anggota Bakohumas dalam menyebarluaskan hasil survei.
“Kolaborasi dalam membangun narasi yang kuat sangat penting agar informasi ini dapat menjangkau masyarakat luas secara efektif,” sebutnya.
Hasyim menambahkan bahwa pihaknya juga tengah membuat regulasi yang mengatur tindak kekerasan pada perempuan dan anak di ruang digital.
“Komdigi menyusun aturan-aturan di ruang digital terkait dengan kekerasan anak ini. Supaya permainan ataupun konten-konten di ruang digital itu mendukung terhadap penurunan itu. Supaya anak-anak ini lebih terliterasi digital, mungkin dalam rangka bermain, dalam rangka mengakses informasi,” tambah Hasyim.
Selain itu, pemerintah sedang menyusun peraturan perlindungan anak di ruang digital untuk menangani kekerasan berbasis gender online (KBGO), yang mayoritas korbannya adalah perempuan usia 15-24 tahun. Melalui forum ini, semua pihak diharapkan dapat berkontribusi mewujudkan perlindungan menyeluruh bagi perempuan dan anak.