- Oleh Isma
- Rabu, 13 November 2024 | 17:18 WIB
:
Jakarta, InfoPublik – Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Lilik Sutiarso, mendesak Perum Bulog segera melakukan intervensi terkait anjloknya harga gabah di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Harga gabah di daerah tersebut mengalami penurunan signifikan, dari Rp7.200 per kilogram menjadi sekitar Rp6.200 per kilogram.
"Dalam hal ini, bukan hanya Bulog yang bisa berperan, meskipun Bulog menjadi pihak yang sangat diharapkan untuk mengatasi masalah ini," ungkap Lilik dalam keterangan yang diterima, Senin (11/11/2024).
Lilik menyatakan bahwa Bulog memiliki otoritas yang kuat dalam menetapkan kebijakan untuk menjaga stabilitas harga gabah di tingkat petani. Intervensi Bulog diharapkan dapat mencegah kerugian yang berkepanjangan bagi petani. "Bulog memiliki mekanisme kebijakan yang bisa menstabilkan harga gabah yang layak, dan ini sangat penting untuk meringankan beban petani saat ini," tambahnya.
Menurut Lilik, penurunan harga gabah di Kabupaten Pati lebih disebabkan oleh dua faktor utama, yakni anomali iklim dan kurang optimalnya penanganan pascapanen. "Berdasarkan informasi yang ada, penurunan kualitas gabah sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim yang tidak stabil, serta kurangnya penanganan yang efektif pascapanen," jelas Lilik.
Lilik menyarankan solusi jangka pendek yang bisa dilakukan untuk mendukung petani. Salah satunya adalah dengan melibatkan berbagai pihak untuk memberikan program terintegrasi yang mencakup teknologi pascapanen dan intervensi pemerintah melalui program yang mendukung ketahanan petani. "Program yang terintegrasi dari berbagai pihak sangat penting untuk memberikan jalan keluar yang berpihak kepada petani," ujar Lilik.
Selain itu, Lilik juga mengungkapkan bahwa tingginya biaya produksi menjadi salah satu faktor yang memperburuk kondisi petani. "Tingginya biaya produksi ini mencerminkan betapa rapuhnya ketahanan petani di Indonesia," tegasnya. Kondisi ini, menurut Lilik, sangat berpengaruh terhadap pencapaian program ketahanan pangan nasional, termasuk swasembada pangan.
"Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan program ketahanan pangan sangat bergantung pada ketahanan ekonomi petani yang kuat dan mampu bertahan dalam situasi yang tidak stabil," tutupnya.