Inisiatif LSM Internasional Perkuat Ekosistem Pembiayaan Berkelanjutan di Indonesia

: Foto: Ismadi Amrin/InfoPublik


Oleh Isma, Kamis, 7 November 2024 | 14:52 WIB - Redaktur: Untung S - 156


Jakarta, InfoPublik - Inisiatif dari lembaga swadaya masyarakat internasional, seperti WWF dengan program IKBI (Inisiatif Keuangan Berkelanjutan Indonesia), turut memperkuat ekosistem pembiayaan berkelanjutan di Indonesia.

"Dukungan ini juga diperkuat oleh peran lembaga filantropi yang memprakarsai berbagai inisiatif pembiayaan berkelanjutan," kata Rektor Universitas Trisakti Prof. Dr. Ir. Kadarsah Suryadi, DEA, dalam siaran pers yang diterima pada Kamis (7/11/2024).

Sebelumnya, Universitas Trisakti melalui CECT Sustainability sukses menggelar Sustainability Meet Up #10 bertajuk "Unlocking Sustainable Growth: Green Financing for Palm Oil Companies in Indonesia pada 5 November 2024.

Acara ini membahas isu penting mengenai tantangan penerapan praktik berkelanjutan di industri kelapa sawit, di mana salah satu kendalanya adalah terbatasnya dukungan pembiayaan hijau untuk investasi infrastruktur berkelanjutan, inovasi, serta proses yang dapat membantu mengurangi risiko lingkungan dan sosial yang muncul dari produksi kelapa sawit.

Seminar ini menghadirkan lebih dari 100 peserta yang terdiri dari perwakilan perusahaan, pejabat pemerintah, Lembaga swadaya masyarakat internasional, lembaga filantropi, manajer CSR, akademisi, asosiasi dan praktisi keberlanjutan.

Seminar juga membahas mengenai komitmen pemerintah, lembaga keuangan, lembaga swadaya masyarakat serta filantropi dalam mendukung smallholder dan industri kelapa sawit melalui strategi pembiayaan hijau.

Dalam seminar itu Rektor Universitas Trisakti menyampaikan rasa bangganya terhadap berbagai lembaga keuangan dan perbankan, seperti UOB, yang menunjukkan komitmen nyata dalam mendukung pembiayaan berkelanjutan sebagai wujud kepedulian industri keuangan terhadap praktik bisnis yang lebih bertanggung jawab.

"Peran pemerintah Indonesia dalam mengembangkan taksonomi hijau mendapat sambutan baik, terutama dengan adanya rencana peluncuran taksonomi khusus untuk industri kelapa sawit pada awal tahun depan, yang akan menjadi landasan baru untuk standar keberlanjutan," ujar Kadarsah.

Seminar ini kemudian dipandu oleh Dr. M. Windrawan Inantha, Deputy Director - Market Transformation (Indonesia), Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), yang memimpin jalannya diskusi mendalam mengenai strategi pembiayaan hijau yang inovatif untuk sektor kelapa sawit. Dr. Windrawan Inantha memfasilitasi dialog antara berbagai pemangku kepentingan, menggali tantangan dan peluang dalam memperkuat praktik keberlanjutan melalui dukungan pembiayaan yang inklusif.

Setyo Budiantoro, SDGs Manager of Economic Development Pillar, SDGs National Secretariat.  Ministry of National Development Planning/Bappenas of the Republic of Indonesia.

Setyo Budiantoro menjelaskan bahwa pencapaian SDGs menjadi bagian krusial pentahapan pembangunan menuju Visi Indonesia Emas 2045 dan pencapaian SDGs Indonesia saat ini 62,5% atau 139 indikator on track (tercapai).

Salah satu tantangan utama dalam pencapaian SDGs adalah masalah pendanaan karena total kebutuhan pencapaian SDGs Indonesia 2021-2030 (pasca-pandemi) sekitar Rp122 ribu triliun dengan gap pembiayaan (financing gap) mencapai Rp24 ribu triliun (USD 1,7 triliun).

Dalam konteks pengembangan industri kelapa sawit, inklusi petani kecil dalam skema pembiayaan berkelanjutan sangat penting untuk mendorong transformasi industri ini di Indonesia. Diperlukan mobilisasi dan inovasi pendanaan, serta sinergi dalam pemanfaatan sumber daya keuangan untuk menutup kesenjangan pendanaan.

Transformasi industri kelapa sawit menuju keberlanjutan harus dilakukan secara inklusif, memastikan petani kecil mendapat dukungan keuangan yang memadai untuk beralih ke praktik pertanian berkelanjutan.

Selain itu pentingnya Dashboard yang menghubungkan proyek SDGs & pendana/investor. Upaya ini bertujuan untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi, konservasi lingkungan, dan peningkatan kesejahteraan sosial. Integrasi dan sinergi berbagai sumber pendanaan diperlukan untuk memastikan pencapaian SDGs secara efektif dan tepat waktu.

Chief Sustainability Officer UOB Indonesia Jenny Hadikusuma menyampaikan bahwa UOB memiliki Kebijakan Pembiayaan Bertanggung Jawab untuk industri kelapa sawit, dengan menegaskan komitmen UOB terhadap praktik keberlanjutan dan perlindungan lingkungan di sektor agribisnis.

Khusus kelapa sawit, komitmen ini mencakup beberapa aspek utama, yaitu: kewajiban bagi klien untuk memiliki sertifikasi seperti RSPO atau ISPO; upaya pencegahan, pengawasan, dan pengendalian kebakaran, kebijakan serta prosedur untuk mitigasi risiko lingkungan (polusi udara, tanah, air), kebijakan pengadaan berkelanjutan guna mencegah pembelian dari sumber yang merusak lingkungan dan sosial; erlindungan hak komunitas lokal melalui proses Free, Prior, and Informed Consent (FPIC); pelibatan komunitas lokal dalam program peningkatan kapasitas untuk pencegahan dan pengendalian kebakaran serta kepatuhan penuh terhadap peraturan lingkungan, sosial, dan tata kelola setempat, termasuk aturan terkait lahan gambut.

Selain itu, UOB menawarkan berbagai solusi keuangan berkelanjutan, seperti: Green Loans, Sustainability-Linked Loans, Green Trade Finance. Melalui inisiatif ini, UOB berkomitmen mendukung perusahaan dalam mencapai tujuan keberlanjutan dengan solusi keuangan yang fleksibel dan berdampak positif bagi lingkungan.

Irfan Bakhtiar selaku Climate and Market Transformation Program Director WWF Indonesia memaparkan, gambaran sawit RSPO di Indonesia antara lainnya adalah biaya sertifikasi 1 kelompok mencapai Rp1 Miliar dengan kegiatannya mencakup kelembagaan petani swadaya (identifikasi pekebun, pemetaan, pembuatan kelompok), pendampingan intensif (training RSPO, ICS, GAP, BMP, HCV), penguatan kemandirian (monitoring, surveillance, ICS). Adapun pembiayaannya 98% dibiayai filantropi (development fund, CSR) dan 2% dipenuhi lewat skema komersial dan supply chain perusahaan.

Berdasar hal tersebut, peran lembaga keuangan akan sangat dibutuhkan untuk memperkuat pengembangan usaha bagi pekebun sawit bersertifikat RSPO. Mekanisme Sustainability-Linked Financing yang akan diadopsi oleh WWF-Indonesia dan berkolaborasi dengan lembaga keuangan mentargetkan transformasi kelompok pekebun bersertifikat menjadi UMKM yang kuat, berkembang dan mampu mempertahankan keberlanjutan perkebunan sawit rakyat bersertifikat RSPO" disampaikan oleh Irfan Bakhtiar, Direktur Program Iklim, dan Transformasi Pasar, WWF Indonesia.

Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia Gusman Yahya, anggota Perhimpunan Filantropi Indonesia (PFI) saat ini sebanyak 225+ yang terdiri atas filantropi individu/keluarga, perusahaan, independen serta filantropi agama/keyakinan. Flantropi Indonesia fokus pada membangun kapasitas dan kemitraan antar filantropis untuk memperkuat ekosistem filantropi.

"Peran filantropi dalam mendukung SDGs dan pendanaan hijau merujuk pada tipologi pelaku filantropi yang memiliki 3 kekuatan sumberdaya yaitu: keuangan, manusia dan teknikal yang dapat dimobilisasi dalam percepatan pencapaian SDGs melalui pendanaan hijau," jelas Gusman.

Menurut Gusman, sumber daya keuangan melalui grants/hibah hijau, investasi sosial dan pendanaan berbasis dampak serta dana bergulir. Sumber daya manusia  melalui penyediaan tenaga ahli dan konsultan, pelatihan dan pengembangan kapasitas serta dukungan dalam kolaborasi multi-stakeholder. Selanjutnya sumber daya teknikal melalui riset dan pengembangan teknologi hijau, penyediaan infrastruktur teknologi serta pendampingan dalam implementasi teknologi. Adapun target PFI tahun 2024-2027 adalah menjadi platform utama untuk memperkuat filantropi melalui ketahanan kelembagaan, peningkatan akuntabilitas, dan kolaborasi multi-stakeholder untuk SDGs dan pendanaan hijau.

Prof. Dr. Asep hermawan, M.Sc selaku Coordinator of The Masudem Project Universitas Trisakti menambahkan Universitas Trisakti saat ini bangga dengan pencapaian dengan peluncuran mata kuliah baru dalam Program Magister Manajemen (MM) Konsentrasi Sustainability yang berfokus pada Pembangunan Berkelanjutan.

"Matakuliah ini merupakan bagian dari inisiatif Erasmus+ MASUDEM (Master Studies in Sustainable Development and Management), sebuah program kolaboratif yang didanai bersama oleh Uni Eropa. Matakuliah baru tersebut yaitu: CSR dan sustainable development, ESG Investment & Reporting, Research Methods & Sustainable Development, dan Sustainable Leadership. Salah satu isu yang akan dibahas dalam kurikulum ini adalah konteks dan praktik keberlanjutan di industri kelapa sawit di Indonesia," pungkas Asep.

Tentang Sustainability MeetUp

Sustainability MeetUp merupakan program yang diinisiasi oleh CECT Sustainability, Universitas Trisakti, untuk membahas isu-isu keberlanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan di tingkat nasional dan global.

Sejak diluncurkan pada tahun 2018, SMU telah menjadi ajang berbagi pengetahuan bagi para praktisi, akademisi, dan pemangku kepentingan dari berbagai sektor.