Kurangi Tingkat Risiko, Menaker: Pastikan Calon TKI Memiliki Skill

:


Oleh H. A. Azwar, Jumat, 16 Desember 2016 | 08:48 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 713


Jakarta, InfoPublik - Menteri Ketenagakerjaan Muhammad Hanif Dhakiri menyatakan setiap warga negara memiliki hak untuk memilih pekerjaannya baik di dalam maupun luar negeri.

Pasalnya, negara memiliki tugas untuk memastikan warga negara mendapatkan pelayanan dan perlindungan yang terbaik di setiap prosesnya. Untuk itu, pemerintah terus melakukan perbaikan mulai dari pra-penempatan, masa penempatan, hingga purna penempatan.

Pada dasarnya TKI yang bekerja ke luar negeri adalah hak. Tugas negara adalah memfasilitasi dan memastikan semua pihak yang terlibat dalam proses dari penempatan, pemberian perlindungan, dan tata kelola menjadi lebih baik, ungkap Hanif dalam acara perayaan Migrant Day yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Peduli Buruh Migran di kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Kamis (15/12).

Menurut Hanif, calon TKI harus memastikan dirinya memiliki modal terutama keterampilan dan kompetensi. Hanif melarang calon TKI yang akan berangkat tanpa keterampilan.

Saya wanti-wanti, jangan pernah bekerja sebelum siap terutama keterampilan. Alasannya karena orang bermigrasi ada risikonya. Kalau memiliki ketrampilan dan mengantongi informasi yang cukup akan mengurangi tingkat risiko, ujar Hanif.

Untuk memastikan TKI berangkat dengan skill, pemerintah Hanif merencanakan untuk membuat skema pelatihan sebelum tenaga kerja ditempatkan di tempat penampungan. Pemerintah akan bekerja bersama dengan lembaga pelatihan swasta untuk memberikan pelatihan dengan standar yang jelas.

“Ini sedang dirumuskan skema pelatihan sehingga kita pastikan calon TKI memiliki skill.  Jadi, mereka bukan hanya sekadar ditampung tapi benar-benar dilatih,” bebernya.

Hanif menambahkan, perbaikan dari sisi regulasi untuk meningkatkan perlindungan terhadap TKI di luar negeri terus dilakukan pemerintah sebagai bentuk komitmen pemerintah dalam memberikan perlindungan yang baik kepada CTKI/TKIB.

Pada tanggal 12 April 2012 Pemerintah Indonesia telah mengesahkan konvensi buruh migran menjadi sebuah undang-undang yaitu Undang Undang Nomor 6 Tahun 2012 tentang Pengesahan Konvensi Internasional Mengenai Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya.

Di negara-negara ASEAN baru Philipina dan Indonesia yang sudah meratifikasi konvensi tersebut, imbuh Hanif.

Dijelaskannya, saat ini, Pemerintah dan DPR sedang menyusun Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia. Pemerintah berjuang agar negara dapat selalu hadir untuk mengurus rakyat dengan sebaik-baiknya.

Dalam konteks substansi undang-undang ini, inti kehadiran negara bukanlah bermakna negara hadir secara fisik dalam seluruh proses migrasi dari hulu hingga hilir, dari TKI ke luar rumah hingga pulang kembali ke daerah asal.

Kepastian dan perlindungan ini meliputi soal penyederhanaan tata kelola migrasi, distribusi informasi yang memadai, standarisasi dan akreditasi kelembagaan, pengawasan yang keras dan konsisten serta advokasi bagi tenaga kerja kita yang bermasalah di luar negeri, jelas Hanif.

Hanif mengaku, perlindungan terhadap TKI juga terus dilakukan salah satunya melalui Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di daerah dalam upaya perbaikan tata kelola Tenaga Kerja Indonesia (TKI). “Optimalisasi pelayanan LTSA diyakini akan memberikan dampak positif bagi seluruh masyarakat pencari kerja di daerah,” kata Hanif.

Di tahun 2016 sudah terdapat 9 LTSA yang telah beroperasi di beberapa daerah yaitu di Surabaya, Gianyar, Mataram, Entikong, Sumba Barat Daya, NTT, Kabupaten Kupang, Tanjung Pinang, dan Kendari. Tahun depan direncanakan akan kembali dibangun LTSA di 10 lokasi kantong TKI.