Menaker: Perkuat Peran Serikat Pekerja Sektor Perkebunan Sawit

:


Oleh H. A. Azwar, Rabu, 23 November 2016 | 10:34 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 520


Bogor, InfoPublik - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muhammad Hanif Dhakiri mendorong penguatan peran dan posisi Serikat Pekerja/Serikat Buruh (SP/SB) di sektor perkebunan kelapa sawit.

Pasalnya, menurut Hanifg, peranan SP/SB diyakini mampu menangani permasalahan yang dialami para pekerja/buruh secara intensif. “Saya ingin SP/SB benar-benar kuat sehingga persoalan ketenagakerjaan mulai dari status hubungan kerja, pemenuhan hak-hak, pelaksanaan norma ketenagakerjaan dan K3 bisa diawasi, disuarakan, dan diadvokasi secara intensif,” ujar Hanif dalam acara Kongres Perkumpulan Sawit Watch ke-5 di IPB Convention Center, Selasa (22/11).

Hanif menjelaskan untuk sektor perkebunan sawit memiliki dua persoalan, yaitu, pertama, pekerjanya merupakan pekerjaan musiman. Persoalan kedua adalah tenaga kerja yang terserap memiliki keterampilan dan pendidikan rendah.

Diketahui, hubungan kerja pekerja/buruh di sektor perkebunan sawit sebagian besar dilakukan dengan Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), termasuk harian lepas, jelas Hanif.

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) saat ini  mencatat setidaknya terdapat sekitar 10 juta pekerja/buruh yang ada di sektor perkebunan sawit. Data dari sawit watch sekitar 70% pekerja di sektor perkebunan sawit merupakan buruh harian lepas (BHL).

Dua persoalan di atas, lanjut Hanif, berdampak pada perlindungan dan syarat kerja tenaga kerja. “Industrinya memberikan kontribusi yang luar biasa. Tapi perhatian Kemnaker khususnya adalah bagaimana tenaga kerja mendapat kesejahteraan yang merefleksikan kontribusinya yang besar ke pendapatan negara. Untuk mewujudkan hal itu terus kami lakukan melalui banyak hal terutama di perlindungannya,” imbuhnya.

Saat ini perlindungan bagi pekerja/buruh sawit diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, yang mulai berlaku sejak 23 Oktober 2015. Kebijakan pengupahan ditujukan untuk pencapaian penghasilan, baik dalam bentuk upah maupun pendapatan non upah yang memenuhi penghidupan layak bagi pekerja/buruh. Selain itu Tunjangan Hari Raya (THR) yang diatur dalam Pemenaker Nomor 6 Tahun 2016 yang berlaku sejak 8 Maret 2016. Aturan baru itu mewajibkan pengusaha memberi THR keagamaan pada buruh yang telah memiliki masa kerja 1bulan. Perlindungan lain juga juga diatur melalui program BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan jaminan pelaksanaan K3 serta perlindungan untuk pekerja anak.

Khusus untuk K3, potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan pada sektor perkebunan sawit seperti modernisasi pertanian dengan penggunaan racun-racun hama dan pemakaian alat baru. Sehingga wajib penyediaan fasilitas K3 seperti : baju kerja, helm/topi, kaca mata, sarung tangan, penunjang keamanan yang bersifat nonmaterial (buku petunjuk penggunaan alat, rambu-rambu dan isyarat bahaya).

Hanif menyatakan, untuk memastikan hak buruh terpenuhi penguatan pengawasan terus dioptimalkan. Ia juga mengharapkan adanya kerjasama antara dunia usaha dan pekerja dalam mewujudkan kehidupan pekerja/buruh sawit yang lebih baik lagi.

Pekerjaan apapun statusnya mereka berhak terhadap hak yang dijamin UU . Oleh sebab itu kita berharap bahwa baik itu dunia usaha maupun pekerja dan SP/SB bisa bekerja bersama dengan pemerintah untuk meningkatkan kepatuhan perusahaan dalam pelaksanaan norma ketenagakerjaan menyangkut upah, kepesertaan BPJS kesehatan ketenagakerjaan, K3, dan sebagainya, tukas Hanif.