Menaker Ingatkan Pengusaha Tidak Gunakan Kekerasan Terhadap Pekerja

:


Oleh H. A. Azwar, Sabtu, 19 Maret 2016 | 20:42 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 574


Purwakarta, InfoPublik - Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Muhammad Hanif Dhakiri, mengingatkan kepada para pengusaha untuk tidak menggunakan cara-cara kekerasan dalam menghadapi permasalahan hubungan industrial.

"Pengusaha tidak boleh menggunakan cara-cara kekerasan dalam menghadapi konflik-konflik hubungan industrial," kata Hanif dalam sambutannya saat membuka Jambore Nasional Brigade SPSI Ke-2 di Kampoeng Sadang, Purwakarta, Jawa Barat, Sabtu (19/3).

Dijelaskannya, kelahiran sebuah organisasi seperti Brigade SPSI merupakan respon dari kekerasan yang dilakukan pengusaha. Kehadiran Brigade memang diperuntukkan sebagai alat perlawanan terhadap intimidasi.

Namun demikian, Hanif minta Brigade SPSI tidak tersulut provokasi yang dilakukan pengusaha yang masih menggunakan cara-cara kekerasan seperti menyewa preman untuk melindungi kepentingan para pengusaha.

Brigade SPSI harus menjauhi perilaku anarkis. Brigade harus menjadi instrumen perjuangan serikat pekerja/serikat buruh (SP/SB). Pemerintah ingin menjauhkan SP/SB dari perilaku main hakim sendiri. Bila organisasi pekerja berbuat anarkis, maka pemerintah wajib menangkal perilaku itu. "Saya percaya, Brigade KSPSI bukanlah Brigade bergaya ala preman atau suka membuat keributan dalam permasalahan buruh," jelasnya.

Menaker berharap Brigade SPSI menjadi instrumen pengawal perjuangan SP/SB. Menjadi sarana melindungi dan membela serta mencapai tujuan meraih kesejahteraan pekerja dengan cara-cara yang baik.

Brigade SPSI harus menjadi organisasi yang memberikan perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan, serta meningkatkan kesejahteraan yang layak bagi pekerja dan keluarganya. "Semoga Brigade KSPSI tetap konsisten menjadi sarana untuk memperjuangkan, melindungi dan membela kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya," pesannya.

Slain itu, Menaker juga mengajak pekerja/buruh untuk mengedepankan dialog dalam menyelesaikan permasalahan industrial. “Pemerintah membuka diri. Saya ingin mengajak SP/SB memanfaatkan ruang dialog formal dan informal,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Hanif kembali menyinggung masalah kompetensi kerja tenaga kerja Indonesia yang masih rendah akibat angkatan kerja yang didominasi oleh lulusan SMA ke bawah.

"Saya ingin mengajak SP untuk mulai memperhatikan isu kompetensi tenaga kerja. Hal tersebut menjadi tantangan besar karena angkatan kerja kita yang berjumlah 122 juta sekitar 90 persen didominasi lulusan SMA ke bawah," terang Menaker.

Dikatakannya, solusi untuk mengatasi rendahnya kompetensi angkatan kerja Indonesia adalah dengan pelatihan kerja. Untuk itu, perlu adanya peningkatan akses dan mutu pelatihan kerja di Balai Latihan Kerja. “Solusinya adalah pada pelatihan kerja. Akses dan mutu pelatihan kerja harus ditingkatkan,” katanya.

Untuk itu, ia mengimbau Pemerintah Daerah untuk mengembangkan BLK dengan mengalokasikan dana pendidikan di daerah menjadi proporsional untuk anggaran pelatihan kerja.

Pemerintah daerah juga harus mengalokasikan anggaran di daerah. Buatlah anggaran pelatihan kerja proporsional dengan anggaran pendidikan formal. Itu perlu dilakukan karena banyak orang yang tidak memiliki keterampilan, pungkasnya.