Tidak Ada Investor Hengkang Dari Indonesia

:


Oleh R.M. Goenawan, Selasa, 9 Februari 2016 | 08:30 WIB - Redaktur: Gusti Andry - 431


Jakarta, InfoPublik - Kementerian Perindustrian  menegaskan tidak ada industri yang hengkang dari Indonesia. Belakangan ini yang terjadi adalah industri melakukan restrukturisasi, karena mengikuti perkembangan teknologi dan memperkuat daya saing.

“Untuk Panasonic Indonesia, mereka melakukan restrukturisasi perusahaan, karena pertimbangan efisiensi usaha dan perkembangan teknologi (lampu) terkini,” kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE), Kemperin I Gusti Putu Suryawirawan, Selasa (9/2).

Suryawirawan mengatakan PT Panasonic Lighting Indonesia yang memproduksi lampu hemat energi jenis compact fluorescent lamp (CFL), saat ini permintaannya di pasar dunia mulai turun. Tren pasar lampu di dunia maupun Indonesia, sekarang mengarah pada lampu jenis light emitting diode (LED).

Sementara itu, PT Panasonic Gobel Eco Solution Manufacturing Indonesia di Cikarang telah memproduksi lampu jenis LED. “Jadi, mereka menggabungkan PT Panasonic Gobel Eco Solution Manufacturing Indonesia dengan PT Panasonic Lighting Indonesia dan akan menjadi satu pabrik yang berlokasi di Cileungsi, Jawa Barat,” katanya.

Sedangkan untuk Toshiba, Putu Suryawirawan mengaku belum menerima laporan dari perusahaan yang bersangkutan. Namun dari informasi yang didapatnya, Toshiba diakuisisi oleh Skyworth Corp yang merupakan perusahaan elektonika besar asal Tiongkok. "Kami masih menunggu laporan resmi dari mereka. Tapi, kami hormati masalah mereka, yaitu kepemilikan Toshiba home appliances dipindahtangankan ke perusahaan baru. Perusahaan baru tersebut merencanakan restrukturisasi," ujarnya.

Suryawirawan memastikan, kedua perusahaan elektonika asal Jepang, Panasonic dan Toshiba masih tetap beroperasi di Indonesia dan tidak akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal. “Mereka masih produksi dan saya yakin tidak akan melepas tenaga kerjanya begitu saja. Jadi tidak ada PHK massal,” ujarnya.

Ia pun meminta kepada kedua perusahaan tersebut dapat memberikan pelatihan kepada para pekerjanya agar bisa mengukti perkembangan teknologi di industri saat ini.

Suryawirawan mengatakan, industri elektronika merupakan salah satu sektor prioritas karena masih dalam industri dengan pertumbuhan tinggi. Untuk itu, Kemperin terus mendorong pengembangan industri elektronika di dalam negeri. Nilai investasi pada industri elektronika dan telematika terus tumbuh, dimana pada tahun 2015 mencapai US$ 6,6 miliar atau naik dibandingkan tahun sebelumnya sebesar US$ 5,9 miliar. Peningkatan tersebut berasal dari kontribusi besar produk elektronika konsumsi sebesar US$ 2,4 miliar, disusul produk telematika US$ 5,5 juta dan produk komponen sebesar US$ 3,6 miliar.

Di sisi lain, industri elektronika dan telematika mampu menambah tenaga kerja sebanyak 499 orang pada tahun 2015 atau naik dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 488 orang. Menurut Suryawirawan, industri otomotif nasional saat ini terus berkembang sesuai dengan harapan. Meskipun dalam beberapa tahun terakhir terjadi krisis ekonomi dunia yang berakibat pada menurunnya daya beli masyarakat, produksi dan penjualan otomotif nasional tetap tumbuh. Total volume produksi pada tahun 2015 mencapai 1.098.780 unit.

Sedangkan, total volume penjualan pada tahun 2015 mencapai 1.013.291 unit. Diperkirakan, pada tahun 2020 produksi mobil mencapai 2,5 juta unit dengan target ekspor tahun 2020 mencapai lebih dari 600 ribu unit. Dan, produksi pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 4,1 juta unit.

“Kemperin masih optimistis perkembangan industri otomotif di Indonesia akan terus prospektif. Hal ini berdasarkan peluang pasar dalam negeri masih cukup besar dan berpeluang untuk ekspor,” tegasnya.

Hingga saat ini, kendaraan bermotor produksi dalam negeri telah diekspor ke lebih dari 80 negara. Total ekspor CBU pada tahun 2014 sebesar 202.273 unit dan meningkat pada tahun 2015 sebesar 207.691 unit. Sedangkan, total ekspor CKD pada tahun 2014 sebesar 108.580 unit dan meningkat pada tahun 2015 sebesar 108.770 unit. Terikait dengan isu yang berkembang, dapat disampaikan bahwa PT Ford Motor Indonesia merupakan agen pemegang merek (APM) kendaraan Ford di Indonesia.

“Mereka tidak memiliki pabrik otomotif di Indonesia, melainkan hanya melakukan kegiatan penjualan CBU. Tahun ini mereka mengumumkan penghentian operasional keagenannya,” paparnya.

Putu Suryawirawan mengatakan, karena tidak melakukan kegiatan industrialisasi di Indonesia, keputusan FMI tersebut tidak berpengaruh terhadap industri otomotif nasional. Namun demikian, ia memastikan, Ford akan tetap menjadikan Indonesia sebagai pasar potensialnya, dimana tingkat penjualannya selama ini telah mencapai 6. 000 – 7.000 unit mobil per tahun.