OTP Maskapai Dalam Negeri Capai 77,16 Persen

:


Oleh Dian Thenniarti, Selasa, 2 Februari 2016 | 12:51 WIB - Redaktur: R. Mustakim - 258


Jakarta, InfoPublik - Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengungkapkan, hasil evaluasi ketepatan waktu atau on time performance badan usaha angkutan udara niaga berjadwal dalam negeri periode Juli hingga Desember 2015 sebesar 77,16 persen.

Capaian 77,16 persen ini setara dengan 275.172 penerbangan yang tercatat pada 15 maskapai.

Sementara, persentase penerbangan yang mengalami keterlambatan (delay) sebesar 20,74 persen atau 73.950 penerbangan, dan sisanya persentase penerbangan yang mengalami pembatalan sebesar 2,15 persen atau sebanyak 7.668 penerbangan. 

Kepala Biro Komunikasi Publik Kemenhub, JA Barata merinci, tiga maskapai dengan persentase OTP tertinggi pada periode tersebut diraih oleh Batik Air dengan presentase OTP sebesar 91,21 persen dan jumlah penerbangan tepat waktu/OTP sebanyak 23.366 penerbangan dari total 25.617 penerbangan. 

Kedua, Nam Air dengan OTP 90,61 persen atau penerbangan tepat waktu sebanyak 8.248 penerbangan dari total 9.103 penerbangan; serta ketiga yakni Garuda Indonesia dengan OTP  85,82 persen dengan penerbangan tepat waktu sebanyak 77.955 penerbangan dari total 90.832 penerbangan.

Sementara, tiga maskapai dengan persentase keterlambatan (delay) tertinggi, pertama Trigana Air dengan persentase 45,74 persen atau sebanyak 2.384 penerbangan mengalami keterlambatan (delay) dari total 5.212 penerbangan.

Kedua, Susi Air memiliki persentase 34,96 persen atau sebanyak 7.271 penerbangan keterlambatan (delay) dari total 20.801 penerbangan. Ketiga, Travel Express dengan persentase 33,28 persen atau sebanyak 1.717 penerbangan keterlambatan (delay ) dari total 5.159 penerbangan.

Dari evaluasi tersebut, menurut Barata, ditemukan beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya keterlambatan penerbangan antara lain faktor teknis operasional yaitu faktor keterlambatan yang disebabkan faktor kondisi bandara (di luar manajemen maskapai) seperti bandara tidak dapat digunakan, keretakan landasan pacu, keterlambatan pengisian bahan bakar, dan terjadinya antrian pesawat yang akan terbang (take off) maupun mendarat (landing) di bandara.

"Faktor tersebut menyumbang 32,75 (persen) atau sebanyak 24.216 penerbangan dari total keterlambatan penerbangan ke-15 maskapai pada periode tersebut," jelas Barata.

Faktor lainnya yaitu non teknis operasional adalah faktor keterlambatan penerbangan yang disebabkan karena manajemen maskapai seperti keterlambatan kru pesawat, keterlambatan catering, keterlambatan karena menunggu penumpang yang akan check in, ketidaksiapan pesawat dan keterlambatanan penanganan di darat. Faktor ini menyumbang 49,63 persen atau sebanyak 36.702 penerbangan. 

Cuaca juga memberi pengaruh dengan persentase 15,84 persen atau sebanyak 11.713 penerbangan, dan faktor lain-lain yaitu keterlambatan penerbangan yang disebabkan di luar manajemen maskapai, teknis operasional, dan cuaca seperti adanya kerusuhan atau demonstrasi di wilayah bandara.  Faktor tersebut menyumbang 2,57 persen atau sebanyak 1.902 penerbangan.

"Untuk faktor yang menyebabkan terjadinya pembatalan penerbangan (cancel) antara lain faktor teknis operasional dengan persentase 0,50 persen atau sebanyak 370 penerbangan.

Pembatalan juga disebabkan kendala non teknis operasional 2 persen atau sebanyak 1.481 penerbangan. Kemudian faktor cuaca 7,74 persen atau sebanyak 5.726 penerbangan, dan faktor lain-lain 0,13 persen atau sebanyak 94 penerbangan, kata Barata.