: Plt. Staf Ahli Bidang Ekonomi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Hendra Yusran Siry, dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk ‘Road to AIS Forum 2023: Atasi Permasalahan Kelautan Global’ yang digelar di Jakarta, Senin (25/9/2023).
Oleh Baheramsyah, Senin, 25 September 2023 | 20:34 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 99
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan inovasi penggunaan alat Vessel Monitoring System (VMS) untuk memantau kapal-kapal yang berpotensi melakukan illegal fishing selama 24 jam.
Plt. Staf Ahli Bidang Ekonomi Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Hendra Yusran Siry menyebutkan, langkah untuk mengatasi praktik illegal fishing dengan membentuk command center agar pergerakan kapal-kapal penangkap ikan selama 24 jam menggunakan alat VMS yang wajib dipasang di kapal-kapal tersebut.
“Kita punya command center. Setiap kapal sekitar di atas 30 GT, yaitu sekitar 40 meter – 80 meter, harus dilengkapi dengan alat VMS. Alat ini harus bekerja dan bisa terdata, sehingga kita bisa memonitor kapal tersebut, baik posisinya ada di mana maupun apa yang mungkin dia lakukan,” ujarnya dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) bertajuk ‘Road to AIS Forum 2023: Atasi Permasalahan Kelautan Global’ yang digelar di Jakarta, Senin (25/9/2023).
Hendra menjelaskan setiap kapal penangkap ikan harus selalu dilengkapi dengan izin sesuai kebijakan penangkapan ikan terukur yang dikeluarkan pemerintah. Artinya setiap kapal hanya boleh menangkap ikan di zona sesuai izin yang diberikan tanpa boleh melanggarnya.
Melalui VMS, lanjut Hendra, potensi praktik tersebut dapat dideteksi lebih dini, sehingga meminimalkan risiko terjadinya pencurian kekayaan laut Indonesia.
“Jika alat VMS tersebut mati atau dimatikan. Misalnya 1 – 2 jam saja, kita bisa melakukan pemantuan lebih cepat, sehingga kita lebih tahu di mana posisi kapal,” ujarnya.
Hendra menjelaskan, ada sejumlah kemungkinan jika kapal mematikan alat VMS tersebut. Mulai dari potensi masuk wilayah konservasi yang tidak diperbolehkan, melakukan penangkapan di luar zona yang diperbolehkan, atau melakukan kegiatan transhipment ilegal atau pemindahan muatan di tengah laut baik mengambil muatan dari kapal lain maupun memindahkan muatannya ke kapal yang lain.
“Jika VMS mati, kita akan tahu dan pasti akan langsung menanyakan ini. Begitu juga dengan kapal-kapal asing, dipantau dengan seperti itu,” ujarnya.
Selain terobosan tersebut, lanjutnya, armada Indonesia juga akan dilengkapi dengan kehadiran ORCA 06, kapal pengawas laut hibah dari Pemerintah Jepang. “Kapal ini lebih stabil di laut, dengan kecepatan yang mampu mengejar lebih baik,” ujarnya.
Dia menuturkan bahwa penangkapan ikan terukur, berbasis kuota, dan zona penangkapan merupakan salah satu dari lima implementasi kebijakan Ekonomi Biru oleh KKP.
Selain itu, penerapan peta jalan Ekonomi Biru juga dilakukan melalui penambahan luas kawasan konservasi laut. Pengembangan perikanan budidaya di laut, pesisir, dan darat yang berkelanjutan; pengawasan dan pengendalian wilayah pesisir dan pulau kecil; serta pengelolaan sampah plastik di laut.
“Dengan kebijakan Ekonomi Biru, ada rambu-rambu, bagaimana efektif dan efisien kita menerapkannya, bagaimana ini inklusif, bagaimana kita memastikan limbah berkurang, dan bagaimana kita memberikan manfaat yang lebi, sehingga kita bisa menjadi pemain besar di perikanan dan kelautan,” terangnya.
Tidak lupa Hendra juga menegaskan bahwa selain langkah-langkah aplikatif di lapangan, pemerintah juga terus menguatkan langkah preventif melalui jalur diplomasi dan keterlibatan di forum-forum internasional.
Salah satunya melalui forum Archipelagic and Island States (AIS) 2023 yang dalam waktu dekat akan segera menggelar pertemuan di Indonesia, tepatnya di Bali, pada 10 -11 Oktober 2023. Forum yang akan dihadiri negara-negara kepulauan ini akan mengusung tiga tema utama, yakni “Blue Economy in Achieving Agenda 2030 on SDGs”, “Our Ocean, Our Future’’, dan “Solidarity”.
Sebagai tuan rumah AIS Forum 2023, gelaran ini memiliki nilai strategis bagi Indonesia sebagai negara bahari untuk memajukan kerja sama kelautan yang lestari berdasarkan ekonomi biru melalui penguatan kerja sama lintas negara, sekaligus sebagai komitmen Indonesia untuk mendukung blue economy.
“Harapan kita, ini jadi organisasi yang bisa membawa semangat kebersamaan untuk negara-negara pulau dan negara kepulauan kita,” katanya.