:
Oleh Eko Budiono, Jumat, 25 Februari 2022 | 06:35 WIB - Redaktur: Untung S - 800
Jakarta, InfoPublik - Situasi di Ukraina yang sudah bereskalasi penggunaan senjata terjadi, karena ada dua narasi yang berbeda antara Rusia dan Ukraina.
Hal tersebut disampaikan guru besar hukum internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, melalui keterangan tertulisnya, Kamis (24/2/2022).
"Dalam perspektif Rusia, operasi militer yang dilancarkan adalah dalam rangka kerja sama pertahanan antara Rusia dengan dua Republik yang baru saja mendapatkan pengakuan dari Rusia atas kemerdekaannya dari Ukraina yaitu Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk," ujar Hikmahanto Juwana, yang juga Rektor Universitas Jenderal Ahmad Yani.
Hikmahanto mengatakan, Presiden Rusia Putin mendalilkan operasi militer tersebut berdasarkan Pasal 51 Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang memberi hak negara untuk membela dirinya baik secara individual maupun kolektif melalui pakta pertahanan.
"Bagi Rusia dua republik yang diakui tersebut sedang mendapat serangan dari militer Ukraina," kata Hikmahanto.
Sementara narasi dari pihak Ukraina, lanjut Hikmahanto, Rusia dengan pengakuan terhadap dua Republik yang selama ini dianggap sebagai gerakan separatis telah mengganggu integritas wilayah Ukraina.
"Tentu Ukraina tidak ingin tinggal diam terhadap pelaku separatis dan karena itu melakukan tindakan terhadap para pemberontak," kata Hikmahanto.
Presiden Ukraina pun menyatakan bila Rusia terlibat dalam perang dalam skala besar maka tidak ada pilihan bagi Ukraina untuk membalasnya berdasarkan Pasal 51 Piagam PBB.
Dalam konteks demikian hukum internasional hanya digunakan sebagai legitimasi baik Rusia maupun Ukraina untuk menggunakan kekerasan.
"Ukraina paham bila militer mereka berhadapan dengan Rusia maka akan sulit untuk memukul mundur Rusia. Di sinilah dalam beberapa minggu belakangan Ukraina berkeinginan untuk bergabung dengan NATO atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara. Bila ada di dalam NATO maka serangan terhadap satu anggota NATO berarti serangan terhadap semua anggota NATO," kata Hikmahanto.
Tidak heran bila Presiden Putin mengancam akan menyerang Ukraina bila Ukraina bergabung ke NATO.
"Untuk dipahami saat ini Presiden Ukraina tidak sama dengan Presiden Ukraina sebelumnya yang sangat pro terhadap Rusia. Hal itu yang membuat Presiden Putin tidak nyaman," kata Hikmahanto.
Saat ini serangan Rusia terhadap sebagian wilayah Ukraina telah dilancarkan dan Ukraina pun sudah melakukan serangan balik.
"Mayoritas negara Eropa Barat dan Amerika Serikat berada di pihak Ukraina dan karenanya mengutuk apa yang dilakukan oleh Presiden Putin," kata Hikmahanto.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menyatakan keprihatinan atas eskalasi konflik bersenjata di wilayah Ukraina yang sangat membahayakan keselamatan rakyat serta berdampak bagi perdamaian di kawasan.
Foto: ANTARA