:
Oleh Eko Budiono, Senin, 28 September 2020 | 14:16 WIB - Redaktur: Untung S - 603
Jakarta, InfoPublik - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) menyatakan, telah mengundang komisi tinggi hak asasi manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke Indonesia tanpa campur tangan pihak ketiga.
Hal tersebut disampaikan Juru Bicara (Kemlu) RI, Teuku Faizasyah, melalui keterangan tertulisnya, Senin (28/9/2020, terkait tuduhan Vanuatu kepada Indonesia di Sidang Umum PBB pekan lalu.
Menurut Faizasyah, selaku pengundang, Indonesia saat ini masih membahas waktu kunjungan yang tepat dengan Dewan HAM yang berada di Bangkok.
Hal tersebut dikarenakan pihak Dewan HAM yang ada di Bangkok-lah yang akan mewakili Komisi Tinggi HAM untuk kunjungan tersebut.
Waktu kunjungan tersebut belum didapatkan lantaran situasi pandemi Covid-19 yang saat ini masih terjadi.
"Kita bicara fakta saja, Indonesia tengah membahasnya (waktu kunjungan). Namun belum bisa diacarakan, khususnya karena Covid-19," kata Faizasyah.
Ia mengatakan, undangan kunjungan tersebut nantinya akan membahas banyak hal terkait HAM. Persoalan Papua pun akan menjadi salah satu yang dibahas. Diangkatnya masalah Papua oleh Vanuatu, di setiap pelaksanaan sidang umum PBB, kata dia, Indonesia selalu memberikan hak jawab.
Tidak hanya di setiap sidang umum PBB, tetapi juga di forum-forum lainnya seperti sidang Dewan HAM, di Jenewa.
"Setiap Vanuatu mengangkatnya masalah Papua di Sidang Majelis Umum PBB, Indonesia selalu memberikan hak jawab di forum tersebut. Di Sidang Dewan HAM di Jenewa juga sudah disanggah," katanya.
Sebelumnya, Kemlu menegaskan Vanuatu bukan perwakilan warga Papua. Indonesia menyatakan hal itu saat menyampaikan hak jawab atas tuduhan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilontarkan oleh negara Pasifik itu terhadap Indonesia.
“Anda bukanlah representasi dari orang Papua, dan berhentilah berfantasi untuk menjadi salah satunya,” kata Silvany Austin Pasaribu, diplomat muda yang mewakili Indonesia menggunakan hak jawab, di Sidang Umum PBB.
Dalam rekaman video resmi PBB, Silvany menyebut Vanuatu memiliki obsesi yang berlebihan, dan tidak sehat tentang bagaimana Indonesia harus bertindak atau memerintah negaranya sendiri.
Sebab hampir setiap tahun dalam Sidang Umum PBB, Vanuatu selalu menyinggung isu dugaan pelanggaran HAM yang dialami masyarakat Papua.
Indonesia menganggap tuduhan itu sengaja digaungkan untuk mendukung separatisme. “Indonesia akan membela diri dari segala advokasi separatisme yang disampaikan dengan kedok kepedulian terhadap hak asasi manusia yang artifisial,” kata Silvany.
Ia menegaskan sejak 1945, Papua dan Papua Barat merupakan bagian dari Indonesia yang merupakan keputusan final dan tidak dapat diubah.
Hal ini juga telah didukung dengan tegas oleh PBB serta komunitas internasional sejak beberapa dekade lalu.
“Prinsip-prinsip Piagam PBB yang jelas tidak dipahami Vanuatu dalah penghormatan terhadap kedaulatan dan integritas teritorial,” ujar Silvany.
Dalam jawabannya, Silvany juga mempertanyakan bagaimana Vanuatu “menceramahi” Indonesia mengenai isu HAM di Papua. Padahal, negara itu belum meratifikasi konvensi internasional tentang penghapusan diskriminasi rasial dan menandatangani perjanjian internasional tentang hak-hak ekonomi, sosial, dan budaya.
“Kami menyerukan kepada Pemerintah Vanuatu untuk memenuhi tanggung jawab hak asasi manusia Anda kepada rakyat Anda dan dunia. Jadi sebelum Anda melakukannya, mohon simpan khotbah Anda untuk diri Anda sendiri,” urainya. (Foto: Kemlu)