Ekonomi Global yang Berkelanjutan Butuh Banyak Pendekatan Bersama

:


Oleh lsma, Rabu, 13 Juli 2022 | 12:35 WIB - Redaktur: Untung S - 237


Labuan Bajo, InfoPublik - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartarto, menyatakan maraknya tantangan lingkungan yang ada saat ini seperti peningkatan karbon, pencemaran laut dan degradasi lahan, serta yang lainnya, membuat pencapaian ekonomi global yang berkelanjutan membutuhkan lebih banyak pendekatan yang dilakukan bersama dari sebelumnya.

Hal tersebut disampaikan Menko Airlangga secara virtual dalam seminar "Blue, Green, and Circular Economy: The Future Platform for Post-Pandemic Development" yang menjadi Side Event 2nd Sherpa Meeting Presidensi G20 Indonesia di Hotel Meruorah, Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada Rabu (13/7/2022).

Menko Perekonomian mengungkapkan, emisi karbondioksida terkait energi global telah meningkat sebesar 6 persen menjadi 36,3 miliar ton pada 2021. Itu merupakan level tertinggi yang pernah ada.

Selama 30 tahun terakhir, penggunaan plastik meningkat dua kali lipat, didorong oleh ekspansi di negara berkembang. Antara 2000 dan 2019, plastik dunia manufaktur meningkat dua kali lipat menjadi 460 juta ton.

Namun, hanya 9 persen sampah plastik yang didaur ulang. Akibatnya, 180 juta metrik ton plastik mencemari laut yang berdampak negatif pada setidaknya 88 persen spesies laut.

"Oleh karena itu, sistem ekonomi dengan pendekatan biru, hijau, dan ekonomi sirkular sangat dibutuhkan," tegas Airlangga.

Menko Airlangga memaparkan, lautan menutupi tiga perempat dunia. Sekitar 80 persen dari semua kehidupan di bumi ini terpengaruh oleh gelombang laut. Sampai saat ini, ekonomi kelautan telah menyediakan mata pencaharian bagi lebih dari 10 persen populasi dunia, dan nilainya lebih dari USD1,5 triliun dengan perkiraan menjadi dua kali lipat pada 2030.

Melihat potensi tersebut, dalam rangka menyelaraskan dengan sustainable development goals (SDGs) Indonesia komitmen, Pemerintah Indonesia terus mengembangkan blue economy, mengelola ekosistem laut dan pesisir dengan baik, mencapai pemerataan ekonomi, dan meningkatkan penghidupan.

"Kami sedang melakukan itu dengan memasang tujuan ambisius untuk meminimalkan sampah di laut. Mmemulihkan, dan memelihara mangrove dan habitat laut lainnya," kata Airlangga.

Menurutnya, pengelolaan tangkapan ikan yang terukur dan berbasis kuota yang didukung oleh sistem pengawasan teknologi, penciptaan komunitas untuk budidaya perikanan berbasis kearifan lokal untuk memerangi kemiskinan, dan pelestarian hasil laut yang bernilai ekonomi tinggi adalah beberapa inisiatif revolusioner yang tengah dilakukan Indonesia.

Dengan kebijakan tersebut, sektor perikanan berhasil tumbuh 4,55 persen di Q3 2021 (year on yearyoy). Hal itu didorong oleh ekspor hasil laut dan komoditas perikanan yang terus berkinerja baik yang masuk dalam 20 besar produk ekspor Indonesia.

Di sektor hijau, lanjut Menko Airlangga, Indonesia telah menunjukkan komitmennya menuju Net Zero Emission (NZE) pada 2060 atau lebih cepat. Hal itu tentunya akan berkontribusi untuk memenuhi target penurunan emisi Indonesia di NDC sebesar 29 persen pada 2030 secara business as usual (BAU), dan 41 persen dengan bantuan internasional.

Untuk mencapai target tersebut di atas, kebijakan terkait iklim telah ditempuh oleh Indonesia dan dimasukkan dalam Rencana pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Salah satunya adalah penerapan karbon, penetapan harga dalam bentuk cap and trade, dan pajak karbon pada 2023.

"Saya juga ingin menekankan pentingnya pembiayaan untuk mempromosikan green economy. Kebijakan Climate Budget Tagging (CBT) telah diterapkan untuk memastikan sinkronisasi komitmen anggaran antara pemerintah pusat dan daerah dalam mengatasi perubahan iklim. Sistem pembiayaan yang inovatif dan prudent juga telah dibentuk melalui penerbitan Green Sukuk, SDGs Bonds, dan instrumen pembiayaan hijau lainnya," ujar Airlangga.

Kemudian, lanjut Airlangga, Indonesia juga berfokus pada investasi hijau dan pengembangan energi hijau, didorong oleh sistem perizinan yang mudah dan juga insentif keuangan.

Airlangga menambahkan, selain ekonomi biru dan hijau, ekonomi sirkular juga penting dalam mendukung tujuan berkelanjutan dengan merancang limbah dan polusi keluar dari sistem ekonomi. Ekonomi sirkular menawarkan alternatif yang dapat menghasilkan hingga USD4,5 triliun manfaat ekonomi hingga 2030. Potensi ekonomi sirkular sangat besar.

Di Indonesia sendiri, ungkap Airlangga, pendekatan ekonomi sirkular akan menghasilkan tambahan PDB ekonomi sebesar Rp593-638triliun (USD 40 miliar).

Pendekatan ekonomi sirkular juga akan mengurangi limbah di setiap sektor sebesar 18-52 persen dan mengurangi emisi karbondioksida sebesar 126 juta ton dan menghemat penggunaan air sebesar 6,3 miliar meter kubik.

Dengan pendekatan ekonomi sirkular akan tercipta 4,4 juta pekerjaan per tahun, memberikan penghematan rumah tangga hampir 9 persen dari anggaran mereka (Rp4,9juta per tahun atau USD 327) pada 2030.

"Saat ini, ekonomi sirkular hanya 8,6 persen dari ekonomi dunia yang melingkar. Itu menunjukkan bahwa masih banyak yang harus dilakukan. Menggabungkan ekonomi biru, hijau, dan sirkular adalah sebuah peluang dan sekaligus tantangan. Kita harus menjaga keseimbangan pelestarian alam di laut dan darat. Kita perlu melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Kita perlu mengatasi masalah pembiayaan, dan kita juga perlu memastikan bahwa kebijakan nasional sejalan dengan kesepakatan global," ujar Airlangga.

Foto: Istimewa