Pertemuan ke-2 Sherpa Mencari Solusi Ketahanan Pangan Global

:


Oleh lsma, Minggu, 10 Juli 2022 | 20:26 WIB - Redaktur: Untung S - 190


Labuan Bajo, InfoPublik - Ketahanan pangan global saat ini terganggu oleh berbagai hal. Karena itu, pertemuan kedua Sherpa G20 atau 2nd Sherpa Meeting dimanfaatkan untuk mencari solusi mengatasi gangguan-gangguan tersebut dan diharapkan menjadi babak baru pemulihan pangan global.

Peranan penting Presidensi G20 Indonesia salah satunya, adalah untuk berkolaborasi memastikan ketahanan pangan dan nutrisi global yang berkelanjutan.

Indonesia sebagai Presidensi G20 2022 menekankan kolaborasi dengan negara maju dan berkembang untuk menjawab berbagai krisis, termasuk pangan, energi, dan keuangan, serta melakukan sinkronisasi dan sinergi concrete deliverables dengan sejumlah inisiatif.

Sekertaris Jenderal Kementerian Pertanian (Kementan), Kasdi Subagyono, menjelaskan bahwa pandemi COVID-19 yang belum tahu sampai kapan berakhir, telah menjadi faktor yang mengakibatkan terjadinya gangguan ketahanan pangan global.

"Faktor lainnya adalah adanya perubahan iklim yang semakin ekstrem serta tinggiya tensi geoplitik antar dua negara di Eropa, yakni Rusia dan Ukraina," kata Kasdi saat Media Briefing usai mengikuti 2nd Sherpa Meeting sesi Arsitektur Kesehatan Global di Hotel Meruorah, Labuan Bajo pada Minggu (10/7/2022).

Menurut Kasdi, dalam pertemuan yang diikuti olehnya, Indonesia mengajukan inisiatif terkait dengan ketahanan pangan global. Inisiatif Indonesia tersebut mendapatkan apresiasi dan antusiasme dari peserta yang hadir.

Indonesia mengajukan concrete deliverables terkait inisiatif untuk memperkuat pertahanan pangan di negara pulau-pulau kecil, Fiji adalah salah satunya.

Inisiatif tersebut mencakup fokus dalam pembangunan kapasitas sumber daya manusia (SDM) melalui pelatihan dan juga membuat demo-demo pertanian di negara-negara tersebut. Dengan demikian, terjadi transformasi dan inovasi teknologi yang diberikan dari negara-negara maju.

“Termasuk kita, Indonesia pun secara mandiri juga melalui kerja sama-kerja sama jangka pendek berkontribusi cukup besar beberapa tahun terakhir,” kata Kasdi.

Kerja sama itu, lanjutnya, termasuk mengirim ahli dari Indonesia ke Fiji dan mengundang petani untuk mendapatkan pelatihan.

"Contohnya yang sudah kita lakukan beberapa tahun lalu di Balai Besar Penelitian kita di Subang, Jawa Barat. Kita undang petani-petani Afrika untuk pelatihan di sana mengenai padi,” ujar kasdi.

Selain itu, lanjut Kasdi, Indonesia juga mendapat apresiasi terkait usulan yang sempat disampaikan soal transparansi dalam perdagangan pangan. “Itu juga diapresiasi dan banyak sekali yang menyepakati dan menyetujui itu,” kata Kasdi.

Harapan untuk perdagangan pangan yang transparan juga disuarakan oleh para peserta lain. Di luar itu, para peserta juga mengharapkan adanya perdagangan yang bisa diprediksi.

Kasdi menerangkan bahwa dalam sesi pertemuan tersebut, pihaknya melaporkan sejumlah hal termasuk pelaksanaan Agriculture Working Group Deputy’s Meeting pertama yang sudah dilaksanakan pada 30-31 Maret 2022 lalu.

“Topik-topik yang kita bahas selama ini pertama berkaitan dengan produksi pangan kita dan juga pangan global,” katanya.

Pembahasan kedua yakni terkait keamanan dan kemandirian pangan, lalu ada juga pembahasan distribusi pangan dari satu negara ke negara lain. Sampah dan kerugian pangan, terkait kehilangan pangan pada masa panen dan makanan siap makan juga menjadi salah satu topik pembahasan dalam Kelompok Kerja Pertanian.

"Digitalisasi, pengembangan sistem informasi pasar pertanian, dan penempatan generasi muda serta perempuan juga disampaikan pada kesempatan yang telah berlangsung," tutur Kasdi.

Foto: Amiri Yandi/InfoPublik