:
Oleh Eko Budiono, Sabtu, 9 Juli 2022 | 18:54 WIB - Redaktur: Untung S - 133
Jakarta, InfoPublik - Kekhawatiran dari semua anggota Group of Twenty atau G20 terhadap tingginya harga pangan dan energi, akibat konflik Rusia dan Ukraina menjadi pembahasan dalam Pertemuan Menlu G20 (G20 Ministers’Meeting/FMM) di Nusa Dua, Bali, Jumat (8/7/2022).
Melambungnya harga pangan dan energi itu akan berdampak besar terhadap negara berkembang, terutama negara berpenghasilan rendah dan negara kepulauan kecil.
Seperti dilansir laman Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI pada Jumat (8/7/2022), ada kebutuhan mendesak untuk mengatasi gangguan rantai pasokan pangan global.
Menteri Luar Negeri (Menlu) RI, Retno Marsudi, menegaskan pentingnya upaya mengintegrasikan kembali pangan dan pupuk dari Ukraina dan Rusia ke pasar global.
Sebagai solusi, banyak peserta FMM G20 menyatakan dukungannya terhadap upaya Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menyediakan jalur yang aman untuk mendistribusikan produk pangan dan energi dari Rusia dan Ukraina, termasuk melalui pelabuhan.
“Beberapa peserta menggarisbawahi bahwa pangan dan pupuk tidak dikenakan sanksi, dan menyatakan siap untuk mengatasi kesulitan praktis dalam melakukan perdagangan pangan dan pupuk, termasuk pembayaran, asuransi, logistik, dan lain-lain,” tutur Menlu Retno.
Dalam pertemuan tersebut juga dibahas komitmen untuk mengeksplorasi kerja sama G20 selanjutnya guna memperkuat ketahanan pangan dan energi, termasuk melalui sistem PBB atau organisasi internasional lainnya.
Agresi militer yang dilancarkan Rusia di Ukraina sejak 24 Februari 2022 telah berdampak pada ketahanan pangan dunia, mengingat kedua negara merupakan pemain utama dalam perdagangan hasil-hasil pertanian.
Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO), Rusia adalah penghasil 11 persen gandum dunia dan Ukraina menyumbang 3 persen dalam perdagangan gandum dunia pada 2021.
Banyak negara, terutama di Afrika, Eropa Timur, dan Asia Tengah yang bergantung pada impor bahan pangan dari kedua negara. Bahkan, Rusia dan Ukraina memasok sampai 80 persen kebutuhan gandum di Kenya, Somalia, Ethiopia, Armenia, Mongolia, Azerbaijan dan beberapa negara lainnya.
Perang juga disertai blokade di pelabuhan Ukraina di Laut Hitam. Akibatnya, Ukraina tidak mampu mengekspor produk pertaniannya ke negara lain. Sanksi negara barat ke Rusia turut andil dalam memperparah kondisi pasokan pangan dunia.
Sebagai balasan, Rusia mengurangi atau menghentikan ekspor komoditas yang dibutuhkan banyak negara, di antaranya gas alam ke negara-negara Eropa.
FAO memprediksi harga pangan dan pakan ternak akan naik 8-22 persen serta jumlah orang kurang gizi bertambah 8 juta hingga 13 juta dibandingkan kondisi saat ini apabila konflik tersebut terus berlanjut.
Foto: ANTARA