:
Oleh Wahyu Sudoyo, Kamis, 7 Juli 2022 | 22:12 WIB - Redaktur: Untung S - 253
Jakarta, InfoPublik – Kesenjangan digital yang masih terjadi di negara-negara kurang berkembang dan kesenjangan digital gender dinilai perlu diwaspadai, karena akan membawa dampak pada presidensi G20 Indonesia.
Demikian dikatakan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Johnny Gerard Plate, dalam B20-G20 Dialogue Digitalization Task Force yang digelar secara luring dan daring di Jakarta pada Kamis (7/7/2022).
“Tanpa upaya serius dalam menjembatani kesenjangan itu, kita berada di ambang mempertaruhkan kepemimpinan besar digitalisasi kita pada janji memberikan pendidikan pada (orang-orang) yang tertinggal,” ujarnya.
Acara itu turut dihadiri langsung Menkominfo Johnny G Plate, Chair of Digitalization Task Force sekaligus Direktur Utama PT Telkom Indonesia Tbk Ririek Adriansyah, Chair of B20 Indonesia CEO Sintesa Group, Shinta Kamdani, Chair G20 Indonesia Digital Economy Working Group (DEWG) yang juga Sekretaris Jenderal Kementerian Kominfo Mira Tayyiba, CEO of Ericsson Group Borje Ekholm; CEO of Telefonics Christian Gebara, President Director of Telkomsel Hendri Mulya Syam, CTO of Alibaba dan Founder of Alibaba Cloud Wang Jian;, Head of Policy, Asia-Pacific & Japan at Amazon Web Services Quint Simon, dan Director at OECD Directorate for Science, Technology and Innovation Andrew W. Wyckoff
Menkominfo Johnny menjelaskan, hingga kini hanya 20 persen orang di negara-negara kurang berkembang yang memiliki akses ke internet dan kesenjangan digital gender masih terjadi di seluruh dunia.
Kombinasi dari kesenjangan digitalisasi, situasi pandemi COVID-19 dan gejolak geopolitik yang sedang berlangsung dinilai akan mengganggu pasokan rantai, pangan, dan energi global.
“Kekurangan pasokan akan meningkatkan harga-harga (inflasi) dan menambah kesulitan ekonomi telah meningkatkan pentingnya upaya kolaboratif (membangun ekosistem digital) untuk kemajuan semua orang di masyarakat,” jelasnya.
Permasalahan kesenjangan digital ini menjadi latar belangan pemerintah Indonesia membentuk kelompok kerja ekonomi digital atau digital economy working group (DEWG) G20, yang fokus pada tiga isu prioritas, yakni Konektivitas dan Pemulihan Pascapandemi COVID-19, Literasi dan Ketrampilan Digital, dan Aliran Data Bebas Dengan Kepercayaan serta Arus Data Lintas Batas.
“(Ketiga isu prioritas DEWG) mencerminkan visi kami untuk menjadi enabler, dan memberdayakan secara inklusif ekosistem digital yang berkelanjutan,” imbuhnya.
Pembahasan prioritas pertama, yakni konektivitas dan pemulihan pascapandemi COVID-19, bertujuan untuk menyoroti pentingnya infrastruktur digital yang tangguh dan aman.
Pembahasan pada prioritas kedua, yakni keterampilan dan literasi digital bertujuan untuk menumbuhkan kesiapan digital, melalui skala digital dan literasi digital dalam mempersiapkan teknologi baru, untuk semua anggota masyarakat.
Sedangkan isu prioritas ketiga, yakni Aliran Data Bebas Dengan Kepercayaan serta Arus Data Lintas Batas memfasilitasi diskusi tentang prinsip-prinsip kewajaran keabsahan, transparansi hingga timbal balik yang bertujuan agar semua orang dapat mengambil manfaat dari aktivitas data sentris.
Selain diskusi tentang tiga masalah prioritas tersebut, katanya, G20 akan menghasilkan hasil konkret yang mendukung perbaikan dunia, yang menjadi perhatian serius DEWG.
“Inilah sebabnya mengapa DEWG mencari dukungan dari anggota (G20) pada implementasi pertama Desa Pintar (smart village), Pulau Pintar (smart island) dan inisiatif yang diusulkan oleh International Telecommunication Union (ITU) dan organisasi Jaringan Inovatif Digital G20 untuk memajukan digitalisasi dan inovasi digital dalam mengatasi berbagai tantangan nyata yang dihadapi,” pungkasnya.
Foto: YouTube/Istimewa