:
Oleh Tri Antoro, Sabtu, 14 Mei 2022 | 22:52 WIB - - 198
Jakarta, InfoPublik - Transisi energi hijau harus didukung sepenuhnya oleh investasi yang berasal dari kerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan. Hal itu akan mendukung pembiayaan transisi energi hijau.
“Pembiayaan harus terpenuhi, kerja sama transisi energi diperkuat, dan investasi di ekonomi hijau harus ditingkatkan,” ungkap Presiden Joko Widodo (Jokowi) ketika pertemuan para pemimpin negara-negara ASEAN dengan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS), Kamala Harris, seperti dikutip dari laman setkab.go.id pada Sabtu (14/5/2022).
Terkait pembiayaan, akan mendorong komitmen negara maju lainnya untuk memenuhi semua komitmennya dalam pencapaian Nationally Determined Contributions (NDC) secara global.
Menurut Kepala Negara, pada periode 2000-2019, ASEAN hanya memperoleh USD56 miliar atau sekitar 10 persen dari total dukungan pembiayaan iklim negara maju.
“Saya harus terus terang bahwa komitmen negara maju untuk implementasi isu pembiayaan iklim sangat rendah. Kondisi ini menjadi penghambat pencapaian NDC secara global,” jelas Presiden.
Selain itu, Presiden Jokowi mengatakan bahwa ASEAN berkomitmen meningkatkan proporsi energi baru terbarukan dari 14 persen pada 2018 menjadi 23 persen pada 2025.
“Upaya ini memerlukan investasi dan teknologi setidaknya USD367 miliar di sektor energi bersih. Di Indonesia, transisi energi 8 tahun ke depan membutuhkan USD30 miliar,” ucap Presiden Jokowi.
Dalam pertemuan tersebut, Kepala Negara juga menyampaikan potensi besar yang dimiliki Indonesia terkait transisi energi, yaitu potensi energi terbarukan sekitar 437 gigawatt baik dari energi surya, bayu maupun panas bumi yang saat ini, pemanfaatannya baru mencapai 0,3 persen dari total potensi.
“Indonesia juga miliki potensi besar sebagai hub pengembangan ekosistem kendaraan listrik di kawasan yang akan kita butuhkan lima tahun ke depan,” kata Presiden Jokowi.
Sementara terkait investasi ekonomi hijau, Presiden Jokowi mengungkapkan besarnya potensi ekonomi dalam pengembangan ekonomi hijau. Oleh karena itu diperlukan mekanisme yang mempertemukan tidak saja sektor pemerintah namun juga dunia usaha.
“Investasi di sektor infrastruktur hijau bisa menjadi unsur penting kolaborasi ASEAN-AS yang membutuhkan setidaknya USD2 triliun dalam satu dekade mendatang,” pungkas Presiden.
Foto: BPMI Setpres