:
Oleh G. Suranto, Rabu, 4 Mei 2022 | 13:40 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 349
Jakarta, InfoPublik – Badan Riset dan Inonasi Nasional (BRIN) menginisiasi pertemuan Research and Innovation Initiative Gathering sebagai bagian dari rangkaian kegiatan Presidensi G20 Indonesia 2022.
“Research and Innovation Initiative Gathering ini merupakan pertemuan Menteri-menteri terkait dengan iptek, dan juga riset dan inovasi dari anggota G20,” terang Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, pada acara Indonesia Menyapa Pagi yang disiarkan RRI PRO 3, Rabu (4/5/2022).
Dikatakannya, BRIN merupakan lembaga baru, dan ini baru tidak hanya untuk Indonesia tapi juga di dunia.
“Ini adalah roll model sebenarnya bagaimana mengintegrasikan aktivitas riset di sebuah negara. Setelah adanya BRIN ini kita memiliki kapasitas dan kompetensi yang jauh lebih tinggi khususnya melakukan kolaborasi dengan mitra-mitra global kita,” katanya.
Karena riset dan iptek ini sesuatu yang universal, kompetisinya juga universal, BRIN menginisiasi “menjual” kolaborasi riset yang berpotensi dilakukan di Indonesia dengan mengundang anggota-anggota G20 untuk semakin aktif berkolaborasi, khususnya di pangan dan energi. “Kalau pangan itu yang lebih spesifik lagi terkait biodivesitas,” jelasnya.
Terkait dengan kolaborasi tersebut, BRIN ada dua focus. Pertama adalah bagaimana BRIN bisa melakukan kolaborasi khususnya dengan negara anggota G20 melalui sharing pemakaian bersama fasilitas riset diantara negara G20.
Kemudian yang kedua bagaimana kita mulai mengatur tata kelola kolaborasi riset multi negara untuk biodiversitas, karena selama ini kita tidak punya mekanisme dan tata kelola yang baku untuk itu.
“Melalui ajang G20 ini mereka sangat antusias, karena mereka melihat ada kesempatan untuk mengatur tata kelola terkait dua hal tersebut. Jika benar-benar bisa dilakukan kolaborasi riset secara lebih intensif di masa mendatang. Karena kolaborasi riset terkait biodiversitas dan energi itu, 2 (dua) topik yang paling susah selama ini untuk dilakukan kerja sama multilateral. Kalau riset material itu sudah banyak, tapi untuk pangan dan energi itu hampir tidak ada,” paparnya.
Kendala untuk dilakukan kerja sama tersebut, karena biodiversitas dan energi itu sesuatu yang ada negara masing-masing. Dan itu adalah modal dasar yang ada di negara masing-masing, sehingga selalu ada kekhawatiran pada saat kita melakukan kolaborasi. Ada sesuatu dan itu sulit dikontrol, dan potensi penyalahgunaannya tinggi tanpa mengindahkan, khususnya pemilik biodiversitas misalnya.
“Energi juga serupa, karena energi itu selalu terkait dengan kedaulatan negara. Jadi sulit sekali kolaborasi multilateral terkait energi,” terangnya.
Sumber Foto: dok. InfoPublik