Pengamat Yakini Indonesia akan Capai Netralitas Karbon pada 2060

:


Oleh Taofiq Rauf, Minggu, 24 April 2022 | 23:05 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 301


Jakarta, InfoPublik – Pengamat energi, Ardyanto Fitrady, meyakini rencana Indonesia untuk menuju netralitas karbon pada 2060, dapat tercapai.

Hal ini diutarakan Ardyanto saat dihubingi Minggu (24/4/2022). Namun begitu, dirinya menilai masih diperlukan aturan yang lebih implementatif.

“Kita sudah memiliki penerapan pajak karbon, tetapi implementasinya sepertinya ditunda. April 2022 ini pajak karbon untuk pembangkit listrik sepertinya belum siap. Rencananya mulai bulan April akan ada Rp30 per kilogram untuk PLTU terlebih dahulu,” katanya.

Meski begitu dirinya yakin jika ajang Presidensi G20 yang diakhiri dengan siding Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) di akhir tahun nanti, komitmen tersebut akan semakin kuat. Pasalnya, dari sisi pemerintah, komitmen itu sudah ada secara tertulis maupun lisan.

Menurut Ardyanto, upaya netralitas karbon perlu ada perencanaan yang lebih realistis yang kemudian diikuti aturan jelas sehingga dapat langsung diimplementasikan. Selanjutnya, dibutuhkan kemitraan antara pemerintah dan swasta.

Pemerintah dikatakannya dapat mendorong hal tersebut dengan adanya insentif misalnya. Ini akan mendorong pihak swasta terlibat, mengingat isu yang berkembang saat ini mengenai energi terbarukan (EBT) dianggap berbiaya tinggi jika dibandingkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.

Manfaat dari emisi ditegaskan Ardyanto sebenarnya tidak dapat langsung dirasakan, sebab hasilnya jangka panjang kaitannya dengan perubahan iklim, polusi dan sebagainya.

“Manfaatnya tidak terlalu terlihat sehingga manfaat itu sebaiknya diterjemahkan menjadi sebuah insentif dari pemerintah. Sehingga  masyarakat melihat manfaatnya sekarang, juga menjadi dasar agar kedepannya dapat diberi insentif berupa fiskal maupun non fiskal. Kemudian memposisikan EBT ini menjadi relatif lebih murah,” ujarnya.

Kolaborasi lain yang dapat dilakukan misalnya pada panas bumi, dimana sudah ada government thrilling. Pemerintah sendiri telah berusaha mendorong pengembangan energi itu meskipun belum terlihat progresnya.

“Panas bumi itu juga masih harus berjuang meskipun itu sebenarnya potensi yang sangat besar di Indonesia. Walaupun Indonesia dikatakan kedua di dunia tetapi sesungguhnya progresnya masih lambat masih jauh di bawah potensi yang ada. Jadi sebenarnya pemerintah sudah melakukan banyak hal, tetapi sepertinya masih kurang untuk mendorong EBT ini,” ucapnya.

Dia pun meminta agar masyarakat selalu berpikir rasional dan memiliki kesadaran mengenai pentingnya EBT. Yaitu dengan mengedukasi mengenai ramahnya energi ini bagi kehidupan sehingga mereka secara sadar ikut berpartisipasi mencegah perubahan iklim.

“Mereka yang cukup kaya dapat memasang rooftop panel Surya tetapi bagi masyarakat yang hidup pas-pasan menjadi tidak memiliki pilihan. Jadi seperti terbatas kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi dalam konteks ini kerena tidak memiliki pilihan,” tuturnya.

Menurutnya, isu lingkungan seharusnya menjadi salah satu komponen yang patut dipertimbangkan. Karena, kata Ardyanto lagi, jika belum menjadi isu, maka banyak masyarakat masih belum peduli.

“Jadi masyarakat itu perlu diedukasi supaya dapat memilih atau mengambil keputusan mereka berdasarkan salah satunya soal isu lingkungan. Perlu awarness terhadap lingkungan ini karena masih kurang juga calon pemimpin di Indonesia yang mengangkat isu lingkungan,” pungkasnya.

 

Foto Antara: Foto udara kawasan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Desa Sengkol, Kecamatan Pujut, Praya, Lombok Tengah, NTB, Sabtu (5/3/2022).