:
Oleh Taofiq Rauf, Selasa, 19 April 2022 | 06:06 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 335
Jakarta, InfoPublik - Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI), Fabby Tumiwa, mengatakan bahwa penggunaan energi bersih akan mendorong terbukanga lapangan kerja baru. Untuk 1 GW PLTS yang terpasang saja, memiliki efek penciptaan hingga 20.000 tenaga kerja baik langsung dan tidak langsung. Ditambah lagi akan muncul industri pendukung lainnya dari upaya ini.
“Artinya, dampak ekonomi yang lain muncul. Kalau saya kutip sebuah kajian, untuk setiap 9 megawatt PLTS atap itu injeksi ke ekonominya bisa senilai USD13,4. Penggunaan energi bersih ini jadi multiple effect dari PLTS. Jadi bukan hanya sekedar bersih, tapi ada dampak ekonomi signifikan yang bisa menggantikan penurunan akibat penggunaan energi fosil,” katanya, saat dihubungi Senin (18/4/2022) malam.
Hal itu akan berbanding lurus dengan upaya pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 45 persen di tahun 2030. Upaya tersebut bisa dilakukan dengan membangun pembangkit listrik tenaga surya (PLTS).
Kehidupan akan lebih bersih dan di saat bersamaan, lapangan kerja baru akan terbuka. Ini dikatakan Fabby sebuah peluang besar yang harus dimanfaatkan. Apalagi tenaga surya adalah sumber daya yang tak terhingga dan dimiliki oleh seluruh negara di dunia, terutama Indonesia. “Itulah pentingnya energi surya bisa mendorong akselerasi transisi energi, dan di saat yang sama membuka peluang lain,” katanya.
Kemauan politik atau political will di Indonesia diakuinya sudah ada untuk transisi energi ini, yaitu dengan kebijakan pencapaian target dekarbonisasi pada tahun 2060. Selain itu juga didukung dengan komitmen pemerintah untuk tidak lagi membangun pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) baru setelah penyelesaian program 35 gigawatt (GW).
Pemerintah pun juga membuka kesempatan untuk memberhentikan pengoperasian PLTU secara lebih dini. “Targetnya sudah dibuat, sebanyak 9,7 GW akan dipensiunkan pembangkit yang sudah tua. Lalu yang 3,7 GW itu PLTU yang akan digantikan dengan pembangkit energi terbarukan. Untuk pensiun dini PLTU, disebutkan Presiden kalau kita butuh bantuan internasional,” ucapnya.
Menurutnya, saat ini pemerintah sedang membuat peta jalan transisi energi. Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga sedang menyusun strategi untuk mencapai net zero emissions di tahun 2060.
“Untuk melakukan itu, kebijakan energi kita harus mengalami perubahan. Saat ini sedang dikaji bagaimana kita bisa mencapai net zero emissions di tahun 2060 atau lebih awal. Dan itu akan menjadi masukan untuk revisi kebijakan energi nasional yang skrg sedang dilakukan oleh kementerian ESDM dan juga Dewan Energi Nasional (DEN),” ujarnya.
Fabby menjelaskan, penggunaan energi bersih memiliki manfaat positif yang sangat besar bagi kehidupan. Mulai dari sisi kesehatan hingga penghematan pembelanjaan negara dan keberlangsungan kehidupan. “Yang jelas dengan penggunaan energi bersih polusi udara bisa ditekan. Kalau polusi bisa ditekan artinya hidup kita lebih sehat. Kalau hidup lebih sehat, biaya kesehatan masyarakat itu turun. Dengan demikian biaya kesehatan masyarakat turun dan manfaatnya kita lebih produktif, jarang sakit,” ungkapnya.
Dari sisi pembiayaan negara pun, berdampak positif dengan penggunaan energi bersih. Artinya, beban biaya untuk kesehatan yang ditanggung pemerintah untuk Badan Jaminan Penyelenggaraa Sosial (BPJS) kesehatan bisa saja lebih rendah karena masyarakatnya jarang sakit.
Manfaat lainnya, kata Fabby, biaya perawatan energi terbarukan terhitung rendah bahkan nol. “Operation and maintenance atau pengeluaran biaya operasi itu kan rendah. Kalau rendah, maka harga energi itu lebih murah dibandingkan energi fosil,” ujarnya.
Foto: Antara/ Petugas merawat panel surya di Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Pulau Parang, Karimunjawa, Jepara, Jawa Tengah, Sabtu (12/3/2022). PLTS bantuan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan pemerintah Denmark itu untuk memenuhi kebutuhan listrik rumah tangga termasuk fasilitas umum seperti puskesmas, sekolah, masjid hingga pelabuhan.