Presidensi G20 2022, Wujud Kekuatan Politik Luar Negeri Indonesia

:


Oleh Taofiq Rauf, Minggu, 10 April 2022 | 12:09 WIB - Redaktur: Taofiq Rauf - 998


Jakarta, InfoPublik – Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Group 20 (G20) akan berlangsung di Bali pada November mendatang. Sebagai tuan rumah, Indonesia telah mempersiapkan berbagai upaya demi kelancaran penyelenggaraan, dan berharap kehadiran seluruh anggota G20 dalam rangkaian pertemuannya dapat menghasilkan kesepakatan yang konkret untuk kemajuan bersama.

Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Adi Prayitno, mengatakan bukan hal mudah menjadi tuan rumah perhelatan forum kerja sama internasional multilateral di tengah konflik yang terjadi antara Ukraina- Rusia. Ditegaskan dia, Indonesia harus berpihak pada sisi kemanusiaan, bukan pada kepentingan salah satu negara.

“G20 ini untuk kepentingan negara-negara di dunia, bukan untuk kepentingan satu atau dua negara tertentu yang ‘perang dingin’ seperti Amerika dan Rusia,” katanya, Sabtu (9/4/2022) malam di Jakarta.

Dikatakan dia, sebagai ketua, Indonesia harus menjadi tuan rumah yang baik, dan memastikan gelaran tersebut berjalan dengan baik dan sesuai harapan. Di sisi lain, Indonesia juga perlu melakukan upaya komunikasi intensif kepada seluruh negara, terutama yang terlibat konflik agar mereka tetap hadir dalam KTT nanti.

“Ini menyangkut hubungan negara-negara di dunia yang populasinya mencapai 60 persen. Ini momentum penting bagi negara di dunia untuk bicara bagaimana memperbaiki kualitas hidup bersama secara kolektif ke depan antar negara-negara tersebut sehingga tidak ada monopoli. Kemudian juga tidak ada ketimpangan antara negara utara dan selatan dan terjadi inklusifitas,” ucapnya.

Menurut Adi, KTT G20 ini menjadi penting untuk dihadiri seluruh negara anggota. Karena dalam KTT tersebut akan dibahas mengenai keberlangsungan hajat hidup orang banyak di dunia dalam jangka panjang.

“Ini memerlukan sinergisitas. Dalam mewujudkan inklusifitas, sangat penting meyakinkan bahwa negara G20 itu membahas tentang kehidupan berkelanjutan dalam jangka panjang. Adanya ancaman boikot itu adalah tidakan yang kontraproduktif dari semangat bagaimana mewujudkan pembangunan kerjasama dunia ke depan,” ujarnya.

Indonesia pun dikataannya memerlukan upaya ekstra meyakinkan seluruh negara anggota G20 untuk bisa hadir karena menyangkut kepentingan orang banyak. Ditegaskan dia, G20 ini dibentuk untuk kepentingan bersama warga dunia.

“Bagi Indonesia, gelaran ini harus bisa berjalan dan bisa dinikmati oleh mayoritas negara-negara anggota, itu yang paling penting. G20 ini bukan kepentingan satu dua negara. Ada banyak negara lain yang juga punya kepentingan, di luar konflik antara Amerika dan Ukraina,” katanya.

Ancaman boikot, menurut dia adalah sebuah langkah mundur yang dilakukan suatu negara dalam forum G20. Karena hal itu bisa menghambat kolaborasi anggota negara G20.

“Mayoritas negara-negara di dunia terganggu dan merasa dirugikan karena itu adalah hajat rutin. G20 adalah tempat elit-elit negara melakukan kerja sama,” ucapnya.

Adi menuturkan, ada hal elegan lain yang dapat dilakukan dan tidak dengan mengambil langkah boikot. Menurutnya, membangun hubungan antar negara jauh lebih penting demi keberlangsungan kehidupan manusia di bumi. “Harusnya bisa kolaborasi, bukan boikot. Protes Amerika terhadap Rusia bisa tidak harus ditumpahkan untuk memboikot G20. Itu justru kontraproduktif,” pungkasnya.

 

Foto: Antara