:
Oleh Dian Thenniarti, Jumat, 18 Maret 2022 | 09:48 WIB - Redaktur: Untung S - 265
Jakarta, InfoPublik - Pemeriantah Indonesia ingin memastikan akses perempuan terhadap energi bersih, terbarukan, dan terjangkau akan mendorong pemberdayaan ekonomi, meningkatkan kesehatan keluarga, dan memungkinkan anak-anak untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
Hal itu sejalan dengan tujuan ke-7 dari Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang menyerukan untuk memastikan akses terhadap energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern untuk semua.
Demikian disampaikan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga, dalam webinar Transisi Energi dan Perempuan Pedesaan, sebagai bagian dari side event Commission on the Status of Women (CSW) ke-66, G20 Presidensi Indonesia yang diselenggarakan secara daring pada Kamis (17/3/2022) malam.
"Untuk memastikan akses yang setara ini, kita harus bekerja sama untuk meningkatkan partisipasi dan kepemimpinan perempuan dalam sektor energi. Perempuan memiliki pengetahuan terbaik atas isu-isu mereka dan merupakan penggerak penting untuk transisi energi," ucapnya.
Selain itu, lanjut dia, transisi ke energi terbarukan lebih dari sekadar mengembangkan aspek teknis, tetapi juga faktor sosial, seperti bagaimana komunitas akar rumput, bahkan di area yang paling terpencil sekalipun, dapat menikmati akses yang setara.
"Perempuan memiliki kepekaan sosial yang dibutuhkan untuk memastikan akses inklusif ini. Sayangnya, meski hampir separuh penduduk Indonesia dan dunia adalah perempuan, partisipasi mereka di sektor energi terbarukan masih sangat kurang," ujar Menteri Bintang.
Secara umum, Badan Pusat Statistik pada Februari 2021 melaporkan bahwa perempuan usia kerja yang berpartisipasi dalam angkatan kerja hanya sebesar 54 persen, dibandingkan dengan 82 persen laki-laki. Sementara Badan Pusat Statistik (2020) juga menunjukkan bahwa hanya 29 persen perempuan yang memiliki ijazah pendidikan tinggi di bidang STEM, dibandingkan dengan 34 persen laki-laki.
"Lebih buruk lagi, efek glass ceiling/langit-langit kaca (terminologi yang menggambarkan diskriminasi 'tak terlihat' yang menjadi hambatan bagi perempuan untuk meningkatkan karir ke jenjang yang lebih tinggi) telah mempersulit perempuan untuk mencapai posisi pengambilan keputusan puncak," ungkapnya.
Oleh karena itu, Menteri Bintang mengajak semua pihak untuk bekerja sama dalam mempromosikan kepemimpinan perempuan dalam sektor energi terbarukan, dengan cara:
1. Meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja, khususnya di bidang STEM;
2. Menciptakan tempat kerja yang ramah perempuan, memecahkan glass ceiling/langit-langit kaca (terminologi untuk mengatasi hambatan dalam glass ceiling effect); dan
3. Melanjutkan upaya pengarusutamaan gender dalam segala bidang pembangunan.
"Kita juga harus memastikan bahwa kebijakan dan aksi terkait transisi energi benar-benar melibatkan perempuan dan anak perempuan. Indonesia saat ini sedang menyusun RUU Energi Baru Terbarukan. Undang-undang ini masuk dalam daftar prioritas legislatif nasional dan diharapkan segera disahkan tahun ini," katanya.
Pemerintah Indonesia, lanjut dia, terus melakukan yang terbaik untuk memastikan bahwa isu-isu gender diakomodasi ke dalam RUU tersebut. Konsultasi dengan LSM perempuan dan kelompok kepentingan perempuan terus gencar dilakukan.
"Saya berharap diskusi hari ini akan bermanfaat, dan pembelajaran berharga dari acara ini dapat dibawa ke depan dalam agenda pengarusutamaan G20; terutama dalam menciptakan akses yang setara bagi perempuan, bahkan di daerah paling terpencil sekalipun; terhadap energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern. Sebab, ketika perempuan diberdayakan, dan anak-anak terlindungi dengan baik, kesejahteraan akan dirasakan oleh semua," pungkasnya.
Foto: Tangkapan Layar Youtube