:
Jakarta, InfoPublik - Civil 20 (C20) menyoroti masalah arsitektur perpajakan dunia yang dinilai belum memiliki kesetaraan atau keadlian bagi masyarakat dunia. Melalui Presidensi G20 Indonesia, C20 mendorong perubahan dalam arsitektur pajak dunia yang lebih berkeadilan.
"C20 meminta G20 untuk mendorong konsensus tentang tarif pajak perusahaan minimum 25 persen dan berlaku secara global," kata Ah Maftuchan selaku Sherpa C20 Presidensi Indonesia, dalam Konferensi Pers C20 Kick Off Ceremony and Meeting secara virtual pada Selasa (8/3/2022).
Maftuchan menambahkan, C20 juga meminta agar G20 dapat mendorong realisasi komitmen negara-negara maju untuk membagikan 0,7 persen dari Pendapatan Nasional Brutonya untuk mendanai kerjasama pembangunan internasional guna membantu negara-negara berkembang dan miskin di masa sulit pandemi COVID19.
Dijelaskannya, potret ketidaksetaraan yang jelas antara negara-negara miskin dan negara-negara kaya seharusnya menjadi pemicu yang cukup bagi pihak-pihak yang berkuasa untuk mulai mendengarkan dunia dan memproyeksikan rencana pemulihan pasca pandemi secara nyata, yaitu kehidupan riil masyarakat dan planet ini.
Ah Maftuchan menilai, bahwa perspektif komunitas dan masyarakat sipil sangat penting dalam mengkaji periode yang penuh tantangan saat ini.
Hal itu, karena mereka tidak hanya memainkan peran penting dalam mitigasi masalah sosial yang terkait dengan pandemi, namun juga bertindak sebagai aktor kunci dalam mendukung agenda G20 untuk mengatasi permasalahan yang ada, yaitu era bencana.
C20 menegaskan bahwa sementara G20 dapat menjadi tempat yang berguna guna membahas masalah dan menindaklanjutinya, menata ulang tata kelola global yang sah, penetapan norma, serta harus melibatkan semua orang dan negara secara benar-benar setara.
"Itu harus tetap berlabuh di badan-badan multilateral yang melibatkan semua negara, termasuk dan terutama yang berbasis PBB," kata Maftuchan.
Terkait dengan kesetaraan gender, Maftuchan menambahkan, C20 mengingatkan kepada G20 untuk melihat konsensus yang sudah disepakati G20 di Brisbane, Australia pada tahun 2014, di mana sudah ada konsensus negara G20, yakni Brisbane Target tentang partisipasi perempuan di pasar kerja.
Brisbane Target menegaskan, minimal 25 persen perempuan harus dapat berpartisipasi di pasar kerja pada 2025. Artinya, pada 2025 di seluruh negara-negara G20, partisipasi perempuan di pasar kerja minimal 25 persen.
"Kami meminta G20 melaporkan perkembangan konsensus tersebut, kami mengharapkan ada semacam tools atau alat untuk monitoring dan reporting terhadap partisipasi perempuan di pasar kerja di 2022 ini sampai 2025," ujar Maftuchan.
Kemudian, lanjut Maftchan, pandemi mengakibatkan banyak jobless di berbagai negara, karenanya C20 berharap negara-negara G20 mempelopori penciptaan lapangan kerja yang lebih inklusif yang didukung oleh pemanfaatan teknologi digital dan memberikan support kepada sekelompok UMKM untuk dianggap sebagai salah satu pekerjaan yang inklusif.
"Oleh sebab itu kami mendorong agar perhatian kepada penyandang disabilitas, perempuan, pemuda, agar mendapatkan pekerjaan yang layak ke depan," kata Maftuchan.
Foto: Istimewa