:
Oleh Wahyu Sudoyo, Jumat, 18 Februari 2022 | 17:07 WIB - Redaktur: Untung S - 401
Jakarta, InfoPublik – Presidensi G20 Indonesia 2022 dinilai menjadi momentum bagi bangsa ini untuk memimpin negara-negara G20, mencari formulasi tepat untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) bidang digital.
Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika (Jubir Kominfo) dan Co-Chair Digital Economic Working Group (DEWWG), Dedy Permadi, mengatakan formulasi atau solusi tersebut diperlukan agar SDM bidang digital negara-negara G20 bisa adaptif dan tangkas (agile) untuk menyongsong era baru transformasi digital.
“Ini waktunya Indonesia untuk memimpin negara-negara G20 untuk mencari solusi yang tepat, mencari formulasi yang tepat mendorong SDM bidang digital kita,” ujar Jubir Kominfo dalam webinar Sofa-Talk Series DEWG; Mengulik Isu Kecakapan dan Literasi Digital di Forum G20 pada Jumat (18/2/2022).
Webinar itu, turut dihadiri oleh pembiacara Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika (Sekjen Kementerian Kominfo) sekaligus Chair DEWG G20 2022, Mira Tayyiba, Ketua Umum Siber Kreasi Yosi Mokalu, Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA) Bima Laga dan Kepala Departamen Hubungan Internasional (HI) FISIP Universitas Indonesia (UI) Asra Viirgianita.
Dedy berpendapat, peningkatan kualitas SDM bidang digital diperlukan karena perubahan yang terjadi di era transformasi digital semakin cepat, terutama pada pekerjaan.
Dalam hal itu, Dedy merujuk laporan Pekerjaan Masa Depan (report the future jobs) oleh Forum Ekonomi Dunia atau World Economic Forum (WEF) 2021 yang mengungkapkan prediksi akan ada 85 juta pekerjaan yang akan hilang di era digital.
Tetapi disaat bersamaan, lanjutnya, akan ada 97 juta pekerjaan baru yang akan datang.
“Itu perlu dirembuk bersama-sama, tidak hanya stakeholder (pemangku kepentingan) nasional kita, tetapi juga negara lain (G20),” imbuhnya.
Prediksi itu, dinilai penting sebagai rujukan informasi untuk generasi muda yang masih bersekolah di tingkat menengah dan atas (SMP dan SMA) karena program studi di perguruan tinggi akan berkembang cepat untuk menyongsong kecakapan digital yang baru.
Kecakapan (skill) digital itu, lanjutnya dibagi dua, yakni hard skill dan soft skill yang keduanya harus dimiliki oleh generasi muda di Indonesia dan juga negara-negara G20.
Contoh hard skill yang banyak dibutuhkan di masa datang adalah kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI), big data analytic, machine learning, Internet of Thing (IoT) dan lain sebagainya.
Sedangkan soft skill terbagi atas empat hal, yakni compact trouble solving (kemampuan memecahkan masalah dengan mudah), critical thinking (berfikir kritis), creativty (kreativitas), dan communication (komunikasi) atau 4C.
“Jadi 4C itu, yang dikawinkan dengan hard skill akan menjadi kecakapan yang paling dibutuhkan dunia di masa yang akan datang,” katanya.
Menurut Dedy, selain kecakapan digital, formulasi pengembangan literasi digital juga harus dilakukan bersama-sama negara G20.
Dedy mencatat ada empat poin khusus literasi digital yang harus diperbaiki, yakni digital culture (budaya digital), yakni bagaimana memanfaatkan ruang digital menjadi ruang interaksi kita, digital etic (etika digital), digital safety (keamanan digital), dan digital skill (kemampuan digital).
“Jadi internet itu alih-alih digunakan untuk menyebar hoaks, penipuan dan sebagainya, kita bisa manfaatkan untuk sesuatu yang sangat produktif. Ini nyambung dengan poin kecakapan digital,” pungkasnya.
Foto: webinar sofa-talk