:
Mandalika, InfoPublik - Langkah Bank Sentral Amerika Serikat atau The FED dalam melakukan normalisasi kebijakan moneter dengan menaikan suku bunga masih dianggap lumrah. Namun, langkah The FED tersebut harus bisa diantisipasi negara-negara di dunia termasuk anggota G20, agar tidak mengganggu pemulihan ekonomi global.
"Bank sentral Amerika sudah akan melakukan normalisasi dan menaikan suku bunga kebijakannya. Bank Indonesia memperkirakan empat kali. Pasar memperkirakan lima kali. Lantas, langkah apa saja yang harus dilakukan agar proses normalisasi ini dapat berjalan baik, dan tetap mendukung pemulihan bersama ekonomi global," kata Perry Gubernur Bank Indonesia (BI) dalam Seminar on Strategic Issues in G20: Exit Strategy & Scarring Effecta, Kamis (17/2/2022).
Perry menyatakan, ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Pertama, perlunya proses normalisasi kebijakan, khususnya dari negara-negara maju dilakukan dengan kalibrasi yang tepat, direncanakan dengan baik, dan dikomunikasikan dengan baik.
"Dalam hal itu, tentu saja pasar bisa memahami. Sekarang pun sebelum Fed Funds Rate increase, kita juga melihat kenaikan suku bunga yield US treasury, dan karenanya sudah di-price in, direfleksikan dalam perkembangan suku bunga dunia, termasuk yield SBN dan perkembangan nilai tukar. Well calibrated, well planned, well communicated. Normalization proses perlu dilakukan oleh semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang," ujar Perry.
Selanjutnya, kata Perry, bagaimana memperkuat daya tahan atau resiliensi dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia agar dampak normalisasi proses dari negara maju itu tetap bisa mendukung stabilitas dan pemulihan ekonomi domestik.
"Di sini lah perlunya bauran kebijakan secara nasional maupun bauran kebijakan dari bank sentral. Kita beruntung di Indonesia, bahwa koordinasi antara pemerintah dengan Bank Indonesia, Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), dan semua pihak sangat baik," ungkapnya.
"Tidak hanya dalam percepatan vaksinasi, tapi juga policy-policy fiskal, moneter, KSSK secara baik," tandas Perry.
Perry memaparkan, Bank Indonesia tahun ini perlu melakukan kalibrasi bauran kebijakan.Bank Indonesia saat ini memiliki lima kebijakan. Kebijakan moneter, makro prudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar, dan inklusi ekonomi keuangan. Kebijakan moneter akan lebih pro-stability, sedangkan empat kebijakan lainnya tetap pro-growth.
Dalam proses kebijakan normalisasi, BI tentunya melakukan beberapa hal. Pertama, dengan melakukan stabilisaasi nilai tukar. Dalam hal ini, BI bekerjasama erat dengan Kementerian Keuangan agar dampak kenaikan nilai tukar mata uang dolar AS (yield) tetap mendukung stabilitas sistem keuangan Indonesia.
Kemudian, secara bertahap BI mengurangi likuiditas setelah melakukan quantitative easing yang sangat besar, yakni mencapai 5,6 persen dari PDB dalam dua tahun terakhir.
"Kami sudah akan mulai menaikkan giro wajib minimum secara bertahap pada Maret, Juni, September 2022, tapi, dengan tetap memastikan perbankan mampu menyalurkan kredit dan juga membeli SBN. Likuiditas perbankan masih sangat longgar dan suku bunga BI Rate 3,5 persen, kami tetap akan jaga rendah sampai dengan ada tanda-tanda kenaikan inflasi secara fundamental," ujar Perry.
Foto: Istimewa