:
Jakarta, InfoPublik - Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil tak hanya menyimpan pesona dan kekayaan sumber daya alam, namun juga terdapat masyarakat pesisir seperti masyarakat adat, tradisional, dan lokal yang telah menjadi penghuni tetap kawasan.
Pembangunan yang cenderung berorientasi pada pendekatan perkotaan, serta adanya tumpang tindih kebijakan tak mampu menyelesaikan permasalahan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Sehingga, keadaan itu bermuara pada berbagai kesulitan berlapis di wilayah pesisir yang menjadi penyebab tingginya kemiskinan.
Persoalan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi salah satu bahasan utama dalam kegiatan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) Summit 2022, sebuah forum kolaborasi lintas sektor yang diinisasi oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) untuk percepatan Reforma Agraria.
GTRA Summit 2022 akan berlangsung di Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara dengan membawa tema besar Padu Serasi Implementasi Undang-undang Cipta Kerja (UUCK): Harmonisasi Tata Ruang, Reforma Agraria dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat, Tradisional dan Lokal.
Dalam siaran resminya yang diterima InfoPublik, Jumat (4/2/2022), Wakil Menteri ATR/Wakil Kepala BPN (Wamen ATR/Waka BPN), Surya Tjandra, berkata bahwa persoalan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil menjadi urgensi bersama antara pihak-pihak yang terkait di dalamnya.
Ia juga menyebut bahwa spirit yang diusung GTRA Summit 2022 juga punya keterkaitan dengan Presidensi Indonesia G20 yang tengah berlangsung mulai 1 Desember 2021 hingga KTT G20 di Bali pada November 2022 mendatang.
Presidensi Indonesia G20 membahas berbagai isu vital, salah satunya adalah isu pemulihan ekonomi pascadampak dari pandemi COVID-19.
“Pentingnya kaitan antara GTRA Summit 2022 dengan Presidensi Indonesia G20 adalah secara khusus menaruh fokus pada sustainability dan inclusivity dalam rangka pemulihan ekonomi. Melibatkan mereka-mereka yang biasanya tertinggalkan oleh pembangunan,” jelas Surya Tjandra pada Focus Group Discussion #RoadtoWakatobi yang bertajuk Integrated Coastal Management pada Pemberdayaan Masyarakat Adat, Tradisional dan Lokal.
Surya Tjandra berkata bahwa pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif dapat dimulai dari penataan pemanfaatan tanah dan ruang. ntegrated Coastal Management (ICM) atau Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu mengacu pada integrasi tujuan dari semua pemangku kebijakan/sektor terkait serta menekankan partisipasi masyarakat.
“ICM berusaha menyeimbangkan antara keserasian lingkungan, aspek ekonomi, sosial, budaya, rekreasi, dan aspek-aspek lainnya,” jelasnya.
Direktur Jenderal Penataan Agraria, Andi Tenrisau menjelaskan bahwa sebagai salah satu negara kepulauan terluas di dunia, Indonesia mempunyai potensi yang besar jika pengelolaan berlangsung dengan baik sehingga membawa kemakmuran bagi rakyat Indonesia.
“Selama ini, orientasi pembangunan di wilayah pesisir dan kepulauan mengarah kepada pendekatan perkotaan, sehingga pembangunan yang ada menjadi kurang adaptif,” tuturnya.
Lebih lanjut, Andi Tenrisau berkata bahwa melalui ICM, akan memadukan prinsip-prinsip yang terkait dengan pengelolaan sumber daya pesisir dan laut serta integrasi perundang-undangan dan integrasi antar sosial.
“Hal ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan pembangunan pesisir yang berlangsung saat ini dan masa mendatang serta memberdayakan masyarakat pesisir secara berkesinambungan,” jelas Andi Tenrisau.
Direktur Pendayagunaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Muhammad Yusuf, yang menjadi salah satu pembicara dalam FGD kali ini memaparkan bahwa berdasarkan komponen utama ICM terdiri atas perencanaan ruang laut, pemanfaatan ruang laut, pengendalian pemanfaatan ruang laut, dan pengawasan ruang laut.
“Setiap orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang laut wajib memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR) Laut. Hal ini sesuai dengan bagaimana kita melindungi masyarakat hukum adat, masyarakat lokal, dan tradisional,” ujarnya.
Dalam mendukung pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, Kementerian ATR/BPN membuka ruang diskusi bagi banyak pihak dan terbuka untuk masyarakat umum. Di antaranya hadir pada FGD Road to Wakatobi-15 yaitu perwakilan dari pemerintah daerah, akademisi, dan organisasi non pemerintah.
Sebagai informasi, dalam kegiatan GTRA Summit 2022 ini, mengusung tiga fokus sub tema, yaitu kepastian hukum hak atas tanah masyarakat dan perizinan berusaha; penataan aset di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan pulau-pulau kecil terluar; serta penataan akses masyarakat hukum adat, tradisional dan lokal di wilayah pesisir, pulau-pulau kecil.
Foto: Biro Humas Kementerian ATR/BPN