:
Jakarta, InfoPublik - B20, merupakan forum pemimpin bisnis yang menyumbang 80 persen persen dari produk domestik bruto (PDB) dunia. Dalam Presidensi G20, B20 Indonesia menyambut 2000 anggota, 37 persen di antaranya merupakan pemimpin perempuan.
"B20 berharap, dapat merekomendasikan yang diperlukan serta melaksanakan transformasi yang dipimpin oleh sektor swasta untuk memulihkan ekonomi serta menjadikan ekonomi dunia menjadi lebih tangguh, lebih inklusif, lebih berkelanjutan," kata Shinta Widjaja Kamdani selaku B20 Indonesia Chair dalam acara Inception Meeting bussiness B20 bertema Advancing Innovative, Inclusive, and Collaborative Growth pada Kamis (27/1/2022).
Shinta menambahkan, selama dua tahun terakhir ini merupakan masa yang tidak mudah untuk dunia. Pandemi COVID-19 telah merenggut 5 juta jiwa dan menginfeksi lebih dari 5 pereen populasi dunia. Meskipun ada kemajuan seperti pengembangan dan peluncuran vaksin COVID-19 secara masif. tapi perjuangan belum berakhir karena pemulihan global masih belum merata.
Namun, masa pandemi ini sesungguhnya juga memberi peluang bagi dunia untuk pulih lebih kuat dari masa lalu. Dunia perlu terus mendorong kolaborasi, inovasi dan inklusivitas seiring dengan transisi untuk keluar dari pandemi. Hal ini yang menjadi landasan utama tema B20 tahun ini Advancing, Innovative, Inclusive, and Collaborative Growth yang selaras dengan tema G20 Recover Together Recover Stronger.
Ada tiga pilar yang diusung yang diusung oleh B20. Pertama, adalah mendorong pemulihan dan pertumbuhan kolaboratif. Saat ini dunia mengalami penurunan PDB sebesar 7 persen dan lebih dari 11,5 juta orang terjerumus dalam kemiskinan sejak 2020.
"Kita perlu memulihkan kembali kesehatan ekonomi dan memperbaiki arsitektur Kesehatan global bersama-sama dengan memfasilitasi kerjasama lintas batas yang efektif," ujar Shinta.
Pilar kedua, lanjut Shinta, mendorong ekonomi global yang inovatif. COVID-19 secara tidak langsung telah mempercepat digitalisasi usaha dan kehidupan sehari-hari.
Pada 2021 masyarakat Global telah menghabiskan waktu sebanyak dari 100 miliar jam di berbagai aplikasi belanja daring, dua kali lipat lebih lama dibandingkan dengan tiga tahun yang lalu, akan tetapi UMKM yang menggerakkan perekonomian dunia masih mengalami tantangan untuk melakukan transformasi digital.
"Kita harus memastikan bahwa layanan digital tersedia untuk semua orang, bukan hanya yang memiliki hak istimewa," kata Shinta.
Pilar ketiga, menata masa depan yang inklusif dan berkelanjutan. Menurut Shinta, pandemi telah menurunkan taraf kehidupan masyarakat secara umum, namun dampaknya terhadap perempuan dan UMKM tidaklah proporsional. Hal ini sungguh sangat memprihatinkan.
"Kemajuan signifikan hanya dapat terjadi melalui kolaborasi global," tegas Shinta.
Foto: Istimewa