Presidensi G20 Indonesia Dorong Inklusi Keuangan Global

:


Oleh lsma, Rabu, 22 Desember 2021 | 21:49 WIB - Redaktur: Elvira - 524


Jakarta, InfoPublik - Presidensi Indonesia di dalam G20 salah satu agenda prioritasnya adalah mendorong inklusi ekonomi dan keuangan khususnya bagi kelompok penduduk yang selama ini belum terlayani secara baik di dalam keuangan.

"Sebanyak 1,7 miliar penduduk dunia belum mempunyai akses pada sektor keuangan. Di negara berkembang 67% itu belum, bahkan di negara maju 94%, apalagi kelompok wanita kelompok muda, inilah kenapa sesuai arahan bapak presiden inklusi ekonomi dan keuangan adalah salah satu agenda prioritas. Tujuannya apa, mendorong produktivitas, kapasitas, dan akses keuangan, itu yang akan kita capai," kata Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo di Jakarta, Rabu (22/12/2021).

Menurut Perry, untuk dapat mencapai inklusi ekonomi dan keuangan tersebut yang pertama tentu saja melalui digitalisasi pelayanan jasa keuangan. Kedua, diversifikasi produk-produk layanan jasa keuangan melalui digitalisasi, tidak hanya terbatas pada kredit, tetapi juga harus menyentuh berbagai layanan jasa produk keuangan.

Ketiga adalah meningkatkan kapasitas dari kelompok UMKM, kelompok wanita, kelompok milenial. "Banyak negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia bagaimana Gernas Bangga Buatan Indonesia, bagaimana mendorong UMKM, dari India, dari Meksiko, dari Brazil, contoh-contoh ini tentu saja akan kita angkat menjadi suatu output bagaimana kita mendorong digitalisasi, mengimplementasikan kebijakan nasional, meningkatkan pelayanan produk keuangan, dan tentu saja model-model bisnis untuk mendorong inklusi ekonomi dan keuangan," kata Perry.

Perry memaparkan, ada tiga bagian yang didiskusikan di dalam Forum G20 tentang bagaimana supaya normalisasi kebijakan-kebijakan negara maju tidak berdampak kepada pemulihan ekonomi global. Pertama, di negara-negara yang akan melakukan normalisasi atau pengetatan di fiskal maupun pengetatan moneter, di dalam G20 ini didiskusikan agar mereka dalam proses melakukan normalisasi kebijakan-kebijakan direncanakan secara baik dan kemudian juga diperhitungkan dan dikomunikasikan secara baik. Sehingga seluruh dunia paham termasuk negara-negara berkembang.

Kedua, bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia tentu saja harus mempersiapkan secara baik, menempuh kebijakan secara baik. Koordinasi fiskal dan moneter sangat penting, sama-sama menjaga stabilitas, sama-sama mendorong pertumbuhan ekonomi.

"Dari sisi Bank Sentral tentu saja untuk melakukan respon tentu saja di bidang kebijakan moneter. Bagaimana melakukan stabilisasi nilai tukar Rupiah supaya tetap mendukung pertumbuhan ekonomi, tetapi tidak bisa hanya stabilitas nilai tukar Rupiah, juga bagaimana pada saat yang sama Bank Sentral ikut juga mendorong pembiayaan kredit melalui pengurangan atau pelanggaran kebijakan uang muka kredit atau membuat kemudahan-kemudahan di dalam pembiayaan kredit," kata Perry.

Ditambahkannya, termasuk juga di pasar keuangan maupun digitalisasi sistem pembayaran. Perlu ada suatu bauran kebijakan fiskal dan di bank sentral sendiri tidak hanya moneter tapi juga kebijakan-kebijakan pembiayaan kredit, digitalisasi dalam sistem pembayaran maupun kebijakan-kebijakan lain termasuk inklusi ekonomi keuangan. 

Ketiga, meningkatkan peran lembaga-lembaga internasional seperti Bank Dunia, IMF, maupun yang lain. "IMF juga perlu menyediakan berbagai dukungan bagi negara-negara berkembang supaya lebih tahan. Bank Dunia juga bisa memberikan dukungan agar negara berkembang lebih mudah untuk menerima vaksin, pembiayaan mengenai vaksinnya, dan ini adalah tiga bagian penting yang kita diskusikan di G20," kata Perry.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan Indonesia sebagai negara berkembang, negara terbesar ASEAN, negara yang sekarang ini ekonominya dianggap relatif stabil dengan sistem politik budaya yang stabil, dalam Presidensi G20 tentunya akan ikut mendukung atau membantu membentuk kebijakan-kebijakan yang pengaruhnya ke seluruh dunia.

"Umpamanya, kalau bank sentral sama para menteri keuangan bertemu, terus kita bicara tentang bagaimana supaya setiap negara itu mendesain kebijakan ekonominya untuk pulih. Artinya apa kalau pulih, kalau sekarang RRT sedang dalam posisi ekonominya kuartal ketiganya kemarin agak menurun dan mereka kemudian harus melakukan restrukturisasi dari strategi pembangunannya atau Amerika Serikat yang inflasinya tinggi yang harus melakukan beberapa kebijakan yang menyesuaikan dengan inflasi tinggi. Ini pengaruhnya ke seluruh dunia luar biasa besar seperti adalah kebijakan moneter maupun fiskalnya yang kemudian menimbulkan apa yang disebut efek rambatan," tutur Menteri Keuangan di Jakarta, Rabu (22/12/2021).

Menkeu menambahkan, dampak pemulihan global bagi masyarakat Indonesia tentunya jika perekonomian global tumbuh tinggi berarti ekspor Indonesia juga tumbuh tinggi.

Seperti sekarang ini, lanjut Menkeu, penerimaan pajak tumbuh lebih dari 18%, penerimaan Bea Cukai tumbuh lebih dari 24% dan PNBP tumbuh lebih dari 23%. Hal tersebut terjadi karena perekonomian dunia sedang tumbuh, sedang pulih.

"Jadi dampaknya kepada ekonomi Indonesia dalam bentuk tadi, ekonominya kita juga meningkat atau tumbuh dari sisi kegiatan ekspor, harga komoditas meningkat, dan itu pengaruhnya kepada para pelaku ekonomi dan masyarakat," ujar Menkeu.

Di sisi lain, lanjut Menkeu, dalam Presidensi G20 dibahas kebijakan-kebijakan yang sangat penting bagi situasi yang sedang dihadapi saat ini, yaitu COVID-19. "Jadi kita sekarang sedang membahas bagaimana Menteri Keuangan dengan Menteri Kesehatan bisa mencegah agar dunia itu lebih siap kalau sampai terjadi pandemi lagi," kata Menkeu.