Antisipasi Tantangan Kesehatan dan Iklim 2030, GFSR Tekankan Kolaborasi Teknologi

: Suasana kegiatan Global Forum for Suistainable Resilience (GFSR) yang menghadirkan perwakilan KORIKA, IABI, SDC, BRIN di JIEXPO Kemayoran, Jakarta/ dok. BNPB.


Oleh Jhon Rico, Jumat, 13 September 2024 | 20:09 WIB - Redaktur: Untung S - 348


Jakarta, InfoPublik - Kolaborasi teknologi cerdas dan pendekatan inklusif menjadi pusat perhatian pada diskusi Global Forum for Sustainable Resilience (GFSR) yang berlangsung di Jakarta.

Diskusi ini menyoroti peran krusial teknologi dalam menghadapi dampak perubahan iklim terhadap kesehatan, dengan menekankan pentingnya keterlibatan seluruh lapisan masyarakat dalam solusi yang diterapkan.

Dalam konteks menuju 2030, berbagai tantangan kesehatan dan iklim diproyeksikan semakin meningkat akibat perubahan iklim yang terus berlangsung.

Ketua Umum Kolaborasi Riset dan Inovasi Industri Kecerdasan Artifisial (KORIKA), Hammam Riza, menekankan bahwa teknologi kecerdasan buatan (AI) dan pengumpulan data berbasis iklim dapat mendukung pengambilan keputusan yang lebih tepat di tingkat lokal dan nasional.

"Dengan mengembangkan Climate Smart Indonesia, dashboard itu mampu memberikan analisis data iklim untuk menghadapi ancaman kesehatan akibat perubahan iklim secara lebih proaktif," Hammam Riza dalam keteranganya, Jumat (13/9/2024).

Sementara itu, Perwakilan dari Ikatan Ahli Bencana Indonesia (IABI), Harkunthi P. Rahayu menyatakan bahwa sistem peringatan dini (Early Warning System) harus bersifat inklusif dan dapat diakses oleh semua lapisan masyarakat, terutama di wilayah-wilayah yang paling rentan.

Ia menyebutkan bahwa inovasi teknologi tanpa pendekatan sosial yang inklusif tidak akan cukup efektif.

"Tahun 2030 mengharuskan kita untuk memastikan bahwa teknologi canggih seperti EWS dapat menjangkau semua pihak secara merata," tambahnya.

Sedangkan perwakilan dari Swiss Development Cooperation (SDC), Eric menekankan bahwa digitalisasi menjadi salah satu kunci keberhasilan dalam menangani tantangan global seperti perubahan iklim dan kesehatan.

Menurut dia, data spasial yang semakin terbuka memungkinkan analisis yang lebih mendalam dan pengambilan keputusan yang cepat, yang krusial dalam respons terhadap krisis kesehatan dan iklim.

Sementara itu, Peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nuraini Rahma Hanifa menegaskan bahwa platform kolaboratif lintas sektor dibutuhkan untuk memastikan solusi yang inovatif dan berkelanjutan.

Ia juga menekankan perlunya dukungan pendanaan agar riset dan inovasi dapat terus berkembang hingga 2030.

Forum ini menekankan bahwa solusi menghadapi tantangan kesehatan dan iklim masa depan tidak hanya bergantung pada teknologi canggih, tetapi juga pada keterlibatan masyarakat dan kolaborasi yang inklusif.

Ia menegaskan, dengan menghadapi tantangan ini bersama-sama, khususnya dengan menggabungkan inovasi teknologi dan pendekatan sosial yang inklusif bisa menciptakan ketahanan berkelanjutan hingga 2030.

 

Berita Terkait Lainnya

  • Oleh Jhon Rico
  • Rabu, 2 Oktober 2024 | 19:20 WIB
Indonesia Jadi Negara Donor Bantuan Kebencanaan
  • Oleh Jhon Rico
  • Senin, 30 September 2024 | 14:21 WIB
Semua Korban Longsor di Kabupaten Solok Berhasil Dievakuasi
  • Oleh Jhon Rico
  • Minggu, 29 September 2024 | 08:01 WIB
Update Longsor di Tambang Ilegal Kabupaten Solok, 12 Meninggal Dunia
  • Oleh Jhon Rico
  • Jumat, 27 September 2024 | 21:19 WIB
Personel Gabungan Lakukan Pencarian Korban Longsor Tambang di Solok
  • Oleh Jhon Rico
  • Rabu, 25 September 2024 | 21:23 WIB
BNPB Fasilitasi Kesiapsiagaan Hadapi Gempa Jelang MotoGP Mandalika